Kamis, 01 November 2012

CINDERELLA


Kemarin sore, saya seperti biasa berkunjung ke rumah David dan Riri untuk melepas kerinduan dengan bercanda dengan anak-anak mereka, sekaligus mengisi perut yang lapar ( maklumlah, penghasilan sebagai seniman kadang tak stabil :p). Adapun Riri dan David menyiapkan sebuah kamar dimana anak-anak mereka bisa mengekspresikan segala 'kegiatan berkesenian' mereka. Coretan dan lukisan dalam berbagai warna tampak memenuhi dinding tembok kamar itu. Saya cukup sering berlama-lama di kamar ber-AC itu untuk sekedar mendinginkan badan akibat udara  yang cukup pengap dan menyuruh anak-anak itu memijat,memijak bahkan berlompatan di punggung saya yang mulai renta ini. 

Sore itu anak-anak seperti biasa sedang bermain-main di kamar itu. Gisella (kakak) sedang asyik mencoret-coret tembok sambil berceloteh tentang Elfan dan Eko (sepasang gajah yang menjadi teman imajinasinya), sementara Karissa (adik), sedang berlompatan di tempat tidur sambil bernyanyi lagu karangannya sendiri. 
"Tulang gambar dong.." ujar kakak ketika melihat saya (tulang adalah sebutan orang Batak untuk paman). Sebagai tulang yang berprofesi sebagai seniman, saya selalu ingin agar keponakan-keponakan saya dapat mengenal seni rupa dari usia dini bahkan syukur-syukur kelak bisa menjadi seniman garda depan Indonesia. Setelah mencari-cari ide, akhirnya saya memutuskan untuk menggambar Cinderella dengan mencontoh dari buku cerita yang memang sudah dikenal oleh anak-anak itu. Dengan bermodalkan krayon hitam yang sudah patah, saya mulai membuat sketsa di tembok. Sengaja saya menggambar dalam ukuran yang agak besar agar anak-anak itu dapat dengan mudah mewarnainya.

"Tulang gambarnya lama amat sih". Ujar kakak ketika saya baru 3 menit mengerjakan sketsa. Mereka nampaknya sudah tidak sabar untuk 'beraksi'. Supaya mereka tidak bosan menunggu, saya menyerahkan iphone saya kepada kakak dan menyuruhnya untuk memotret saya yang sedang membuat sketsa. Sementara Adik sudah pergi keluar entah kemana. 
Ketika sketsa selesai, kakak pun mulai mewarnainya sambil tetap berceloteh tentang Elfan dan Eko. Dan saya mengambil posisi di belakangnya untuk mendokumentasikan kegiatan mewarnai itu. Tiba-tiba Adik masuk ke kamar dan langsung ikut mewarnai. Kakak yang sedang konsentrasi mewarnai, nampaknya terganggu dengan kegiatan adiknya dan tampak tidak rela kalau si adik 'merusak jerih-payahnya'. Maka, seperti yang sudah diperkirakan, terjadilah pertengkaran yang cukup menghebohkan. Ibu saya lantas masuk ke kamar itu untuk memantau kericuhan yang terjadi. "Loh, kok Cinderellanya merokok bang?" ( ibu memang kerap kali memangil saya dengan sebutan abang). Saya pun menjelaskan bahwa saya lemah dalam menggambar bentuk tangan, alhasil saya pun meng-improve bagian itu dengan versi saya sendiri.

Hari semakin sore, dan mereka harus mandi. Maka kegiatan mewarnai pun berhenti dan gambar belum selesai. Setelah mandi, adik tidak tertarik lagi untuk meneruskan kegiatan itu. Sementara kakak masih kembali untuk mewarnai gambar itu. Selang beberapa waktu kemudian, nampaknya Gisella mulai terlihat kelelahan dan mulai bosan. Maka kami pun menyudahi kegiatan itu.
Saya tetap berada dalam ruangan itu sendirian sambil menikmati hasil kolaborasi kami sambil berdoa dalam hati, agar anak-anak ini dapat mengerti dan menghargai seni serta dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka kelak.



Art work by : Gisella Harianja, Karissa Harianja dan Agan Harahap



Minggu, 30 September 2012

MEMANCING



Sebetulnya kami bukanlah pemancing-pemancing profesional seperti yang di televisi. Beberapa dari kami bahkan baru pertama kali memancing. Dengan peralatan yang bisa dikata seadanya, namun dengan berbekal tekad bulat dan semangat yang membara akhirnya kami berhasil mendapat 'restu' dari pasangan masing-masing untuk pergi menuntaskan hasrat kelaki-lakian kami terhadap ikan.

Menurut kami memancing adalah melepas kepenatan dan kebosanan di laut sambil kebetulan membawa peralatan mancing. Jadi, sudah tentu 'perlengkapan wisata' nya lebih diutamakan ketimbang peralatan memancing. Seperti akomodasi dan tidak lupa membawa beberapa 'bahan-bahan pencegah mabuk laut'.

Setelah berjongkok sekian jam di atas KM Dolphin, akhirnya kami tiba di pulau Harapan. Entah kenapa pula dinamakan Harapan. Saya tidak tertarik untuk mencari tahu lebih jauh. Tapi yang jelas, begitu tiba disana, segala kepenatan terasa sirna. Tidak lama setelah menaruh barang dan menyiapkan peralatan, kami pun pergi memancing. Waktu itu kira-kira pukul 11 siang. Kami menumpang kapal motor kecil yang memang sudah disiapkan untuk kami. 

Kurang lebih 1 jam dari Pulau Harapan, kapal kecil kami membuang sauh. Dan awak perahu menyuruh kami untuk segera membuang umpan. 

Tak berapa lama, beberapa dari kami langsung mendapat 'respon positif' dari ikan-ikan di sana. Walau ukurannya tidak sebesar yang sering kita saksikan di televisi, namun cukup membahagiakan hati kami sebagai pemancing pemula.

Ikan pertama yang saya dapatkan, seekor kerapu yang berukuran cukup besar.

Selang beberapa lama kemudian, tiba-tiba joran seorang kawan melengkung tajam. Dan kami pun panik. Dengan segala teori dan pengalaman di tv, kami menginstruksikan kawan kami yang baru pertama kali memancing, untuk menyelesaikan pertarungan dengan ikan yang maha dahsyat itu.
Pertarungan baru berlangsung sekitar 5 menit, dan akhirnya sang ikan berhasil melarikan diri. Setelah diselidiki, ternyata itu dikarenakan mata kail yang tidak diikat dengan benar.
Tarik broo.. ulur dikit.. dan berbagai teori2 lainnya
Dan ikan pun hilang akibat ikatan mata kail yang tidak benar

Hari sudah menjelang siang, dan nampaknya ikan-ikan mulai kurang merespon umpan-umpan mutakhir yang kami tawarkan. Setelah berpindah tempat, keberuntungan mulai berpihak kepada kami. Dan akibat berbagai tips dan wejangan tentang cara memancing yang baik dan benar oleh awak kapal, satu per satu dari kami bergantian mengangkat ikan dengan ukuran yang cukup membanggakan ke atas kapal.
Lewat tengah hari, ikan-ikan tangkapan kami sudah mulai memenuhi lantai kapal





Hari sudah semakin senja dan kami mulai bosan. Ikan-ikan yang dirasa kurang memenuhi ukuran, kami lepaskan kembali ke laut dengan harapan ikan-ikan kecil itu mengadu pada ibunya, dan ibu ikan yang berukuran besar itu memakan umpan kami. 
Menjelang maghrib, kami memutuskan untuk kembali ke pulau Harapan. Hasil hari ini cukup membanggakan bagi pemancing pemula yang banyak teori ini. 2 Cool box yang berukuran sedang.







 Setelah mendarat dipulau, ikan-ikan itu dibersihkan lantas dibakar dan digoreng. Alhasil malam itu kami berpesta ikan dipinggir pantai. Jumlah ikan yang tertangkap lebih dari 50 ekor. Dan kami pun membagi-bagikannya kepada penduduk sekitar. Setelah puas menikmati ikan dan beberapa kaleng bir, saya pun tertidur pulas malam itu.