Tampilkan postingan dengan label indonesia. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label indonesia. Tampilkan semua postingan
Sabtu, 02 April 2016
COSTUME NATIONAL: CONTEMPORARY ART FROM INDONESIA
Segala sesuatu sudah saya persiapkan dengan sebaik mungkin. Mulai dari urusan-urusan teknis seperti pengurusan visa yang cukup tergopoh-gopoh, mengingat tengat waktu yang sempit, sampai membeli pernak-pernik untuk mengatasi cuaca dingin disana. Tidak hanya itu, istri dan anak-anak pun sengaja saya antarkan ke rumah mertua saya di Bandung, supaya istri saya tidak terlalu repot dalam mengasuh kedua anak saya yang masih kecil. Setelah berpamitan dengan handai taulan, saya pun dengan mantap melanjutkan perjalanan ke Jakarta.
Mengingat kondisi lalu lintas Jakarta yang penuh dengan ketidak pastian, maka saya memutuskan untuk sengaja berangkat jauh lebih cepat dari jadwal yang sudah ditentukan. Sesampainya di Cengkareng, saya disambut oleh adik saya dan beberapa kawannya. Kebetulan adik saya bekerja disana, sehingga tentu saja, segala urusan perihal keberangkatan bisa saya lalui dengan mudah. Tak hanya itu, dengan adanya kawan-kawan yang bekerja di bandara, saya berkesempatan untuk bisa menunggu di lounge yang cukup mewah serta menikmati berbagai fasilitas yang disediakan di lounge itu. Menjelang keberangkatan, saya pun berpamitan sambil tak lupa mengucapkan terimakasih atas berbagai keramah-tamahan yang saya dapatkan di bandara.
'Eh Bowo, fotoin gw sama abang gw dong..' Pinta adik saya, Riri kepada temannya yang memang sedang bertugas disana. Klik.. Klik.. Klik.. Dan kamipun berfoto di depan meja check in seraya menunggu petugas counter mengurus surat-surat saya. Senyum saya mengembang dan dada membuncah membayangkan petualangan baru yang sebentar lagi akan saya alami. Namun tanpa saya sadari, drama babak pertama baru saja dimulai.
"Maaf pak, memang disini tertera nama bapak, tapi ini baru berupa booking saja. Tiketnya belum dibayar.." Ujar petugas counter Air France itu dengan ramah. Adik saya segera bergerak cepat dengan menelpon rekan-rekan sejawatnya untuk memastikan kabar tersebut.
Seorang rekan adik saya mengatakan bahwa nama saya tidak hanya tertera di maskapai Air France. Namun ada juga di Air Nippon. Tak menunggu lama, kami segera bergegas menuju kantor Air Nipon untuk mendapatkan tiket keberangkatan saya. Namun ternyata, semua masih hanya berupa booking saja. Pihak agen dari Canada ternyata belum membayar tiket saya.
Dengan lemas, kami pun berjalan menuju pintu keluar sekedar untuk merokok guna menenangkan pikiran. Di tengah kepulan asap rokok, saya mencoba menghubungi Stefan, pihak penyelenggara yang mengundang saya ke Canada. Dengan penuh rasa penyesalan dia meminta maaf dan berusaha untuk menebus kesalahan itu dengan mencarikan saya tiket untuk penerbangan berikut. Menit demi menit saya lalui dengan rasa berdebar. Sekelebat terbayang wajah anak dan istri saya ketika kami berpamitan di Bandung. Ada sedikit rasa sedih yang timbul mengingat saya terpaksa harus meninggalkan mereka tepat di hari ulang tahun Merdu, anak saya yang pertama.
Lebih dari setengah bungkus rokok yang saya habiskan dalam suasana penantian yang menegangkan itu sampai akhirnya Stefan, pihak penyelenggara di Canada, mengirimkan tiket pengganti. Saya terpaksa harus menginap sehari lagi di Jakarta, tapi setidaknya tiket Philiphine Air, maskapai yang akan menerbangkan saya ke Canada sudah dibayarkan, dan kami pun bisa kembali bernafas lega. Walaupun terlambat sehari, dan perjalanan akan memakan waktu lebih lama, karena harus transit di Manila, San Francisco dan Toronto, tapi setidaknya sudah bisa dipastikan kalau saya akan berangkat besok. Kami memutuskan untuk menutup hari yang melelahkan itu dengan makan bakmi di Pantai Indah Kapuk.
Hari berganti. Walau masih sedikit lelah akibat drama kemarin di bandara, namun saya tidak bisa menyembunyikan perasaan bahagia saya. Bayangkan saja, setelah kemarin nyaris tidak jadi berangkat, semua pengorbanan waktu, tenaga, serta berbagai biaya yang sudah dikeluarkan untuk persiapan perjalanan ke Canada akan terbayar tuntas.
Jam keberangkatan saya adalah pukul 1.45 siang, namun sejak jam 10 pagi saya sudah bergegas kembali menuju bandara. Saya tidak ingin keberangkatan saya gagal hanya karena saya terlambat check in. Jam 11 lewat saya sudah sampai di Bandara Soekarno Hatta. Setelah menghabiskan rokok sambil menunggu adik saya yang ingin mengantar, kami bergegas menuju counter check in Philipine Air. Sedikit rasa was-was sempat timbul, mengingat tragedi kemarin malam. Namun untungnya semua baik-baik saja. Petugas counter dengan ramah mencetak boarding pas dan menempelkan stiker rute perjalanan saya di koper. Sampai seorang penyelia senior menghampiri petugas counter yang melayani saya. Mereka nampak berbisik-bisik dengan serius. Saya dan adik saya kembali dilanda kecemasan.
"Maaf bapak, apakah bapak punya visa transit untuk di San Francisco nanti?" tanya penyelia senior itu dengan ramah. Tentu saja saya tidak punya. Bagaimana mungkin saya bisa mengurus visa, secara tiket itu baru saya dapatkan tadi malam. Dan saya baru tahu, bahwa untuk hanya sekedar 'numpang lewat' di negara Paman Sam itu, saya harus mengantongi ijin dari kedutaan Amerika yang prosesnya memakan waktu paling cepat 3 hari. "Maaf pak, kami tidak mungkin bisa menerbangkan bapak tanpa adanya visa transit dari Kedutaan Amerika". Saya hanya bisa terdiam mendengar kata-kata penyelia senior tadi. Dengan lemas saya menyaksikan petugas-petugas counter check in mempereteli stiker-stiker rute transit yang menempel di koper saya. Saya kembali menghubungi Stefan di Canada untuk mengabarkan peristiwa ini. Setelah beberapa kali mencoba, akhirnya Stefan mengangkat telepon saya. Dan dengan berat dia berkata bahwa dia tidak punya solusi lain untuk memberangkatkan saya ke Canada.
Cukup lama saya duduk di sebuah kedai di bandara sambil menatap layar handphone saya. Seraya berharap semoga ada keajaiban yang terjadi di detik-detik terakhir. Waktu terus berjalan tanpa ampun. Pesawat yang sedianya akan memberangkatkan saya ke Canada sudah lama bertolak. Saya mematikan rokok terakhir, mengemas paspor, handphone yang bercecer di atas meja dan menyeret koper saya menuju pangkalan taksi untuk pulang menuju rumah.
Agan Harahap
berikut cuplikan video dari pameran tersebut
Kamis, 30 April 2015
Juara Dunia Dari Indonesia ( Sebuah Catatan Olahraga)
![]() |
Manny Pacquiao dan Chris John berpose di depan awak media seusai menjalani penimbangan berat badan |
![]() |
Chris John tampak tenang dan penuh rasa percaya diri dalam perjalanan menuju ring dengan diiringi lagu 'Maju Tak Gentar' |
![]() |
Penyanyi asal Filipina, Maribeth yang kini menjadi warga negara Indonesia, didaulat untuk menyanyikan Lupang Hinirang, lagu kebangsaan Filipina, sekaligus juga menyanyikan lagu Indonesia Raya. |
![]() | |
Ronde 1: Kedua petinju tampak masih saling menjajaki. Chris John sementara unggul dengan cerdik memanfaatkan tinggi badan serta jangkauan tangannya. |
![]() |
Tampak penyanyi rap 50 Cent dan petinju Floyd Mayweather Jr yang menyaksikan pertandingan dengan tegang |
![]() |
Ronde 3: Memasuki paruh terakhir ronde ketiga, sebuah straight kiri keras dari Manny Pacquiao masuk menghantam rahang dari Chris John sehingga membuatnya terjatuh dan mendapat hitungan dari wasit. |
![]() |
Dari barisan terdepan bangku VVIP, penyanyi Rihanna terlihat sedang bergurau dengan rekannya. |
![]() |
Chris John dari Indonesia berhasil merebut sabuk juara dunia dengan kemenangan TKO pada ronde ke-5. |
JUARA DUNIA DARI INDONESIA
Saya
percaya, bahwa salah satu faktor penentu kemasyhuran sebuah negara
ditentukan oleh kesuksesan negara itu dalam olahraga. Banyak
negara-negara yang walaupun jauh dari kemakmuran dan kerap dilanda
konflik, namun bisa dikenal dan disegani lantaran olahraga. Sebut saja
beberapa negara di Afrika yang kerap menyertakan timnya dalam ajang
kejuaraan dunia sepakbola, atau beberapa negara komunis yang walaupun
diembargo, namun sukses mengalahkan negara-negara adidaya dalam berbagai
cabang olahraga. Tidak
hanya tampil sebagai pemenang, namun negara yang suskses sebagai
penyelenggara ajang olahraga internasional, sudah tentu akan mendapat
predikat positif di mata dunia.
Pada
era-nya pun, Indonesia sempat disegani dalam beberapa cabang olahraga,
serta sukses menjadi tuan rumah dalam beberapa perhelatan akbar olahraga
internasional. Tapi itu dulu..
Kini,
hampir tidak pernah tersiar berita tentang prestasi olahraga yang
ditorehkan atlet-atlet kita di kancah dunia. Mungkin saja ada, tapi itu
bukan dalam cabang olahraga yang populer, sehingga nama
Indonesia yang dulu pernah disegani, perlahan tenggelam dalam
'prestasi-prestasi' lain seperti paham-paham radikal yang berujung pada
terorisme, korupsi yang tak berkesudahan, pembalakan hutan yang semena-mena, serta ratusan
lagi 'prestasi-prestasi' lain yang berhasil ditorehkan oleh negara ini
di panggung internasional.
Seorang
kenalan saya, yang juga merupakan mantan atlet nasional sempat berujar
bahwa saat ini, berita-berita tentang prestasi olahraga kita di pentas
dunia kebanyakan hanya berujung pada sakit hati dan kekecewaan akan
harapan-harapan yang digantungkan terlalu tinggi.
Tapi apakah kita harus melulu pesimis terhadap keadaan ini?
Saya
teringat akan film Cool Runnings, sebuah kisah nyata tentang perjuangan tim bobsled dari
Jamaica yang sukses meraih medali emas dalam kejuaraan bobsled
internasional pada Winter Olympic tahun 1988. Adapun bobsled adalah
salah satu cabang olahraga yang termasuk dalam nomor yang
dipertandingan dalam berbagai ajang olahraga musim dingin. Sementara Jamaica
adalah negara tropis yang sama sekali tidak mengenal salju dan musim
dingin. Sungguh sebuah prestasi yang aneh bin ajaib tapi nyata.
Sebagai penggemar fanatik olahraga tinju, saya sempat menaruh
harapan besar pada Chris John yang sempat diprediksikan akan membawa
Indonesia sejajar dengan Amerika, Russia, Cuba, Mexico, ataupun negara tetangga kita,
Filipina yang mampu menorehkan catatan sejarah dalam percaturan tinju
dunia. Saya juga pernah berharap bahwa Chris John akan mampu mengkanvaskan lawan-lawannya dari berbagai negara dan tampil sebagai juara dunia,
sehingga Indonesia mampu menjadi negara yang disegani yang tidak bisa dipandang dengan
sebelah mata. Tapi
harapan tinggal harapan, ketika kita melihat rekam jejak Chris John
yang masih jauh dari
harapan kita sebagai bangsa yang ingin diakui dalam dunia olahraga.
Terkait
dengan peristiwa eksekusi mati beberapa terpidana narkoba dari berbagai
negara yang menuai kontroversi beberapa hari yang lalu, saya sempat
terhenyak ketika mendengar pernyataan Manny Pacquiao (petinju kelas
dunia dari Filipina), yang mampu menyuarakan pendapatnya kepada Presiden
Indonesia, Joko Widodo untuk menangguhkan eksekusi mati Mary Jane,
terpidana narkoba asal Filipina.
Ahh..
Andai saja Indonesia memiliki seorang atlet yang begitu populer dan
disegani di kancah internasional, yang mampu bersuara seperti Manny
Pacquiao, bukan tidak mungkin, para TKI dan TKW kita akan mendapat
perlakuan yang lebih baik di negara-negara tempat mereka bekerja. Tentu
saja, nasib mereka tidak akan begitu memprihatinkan seperti sekarang.
Serta banyak lagi dampak positif lainnya yang akan kita terima sebagai
sebuah bangsa.
Pertandingan
tinju antara Chris John dan Manny Pacquiao jelas tidak akan pernah
terjadi dalam dunia nyata. Essay photo 'Juara Dunia Dari Indonesia' di atas adalah sebuah
mimpi dan angan-angan saya, seorang seniman yang juga penggemar olahraga
tinju, yang tidak pernah berhenti berharap bahwa suatu saat kelak, akan lahir seorang juara tinju kelas dunia asal Indonesia yang mampu memberikan 'daya tawar' lain kepada publik dunia selain citra negatif yang selama ini melulu tersemat pada bangsa kita.
Minggu, 08 Februari 2015
TOKO MEMORABILIA
Sosial media
telah memberi kontribusi besar dalam membentuk, merubah dan bahkan
menghilangkan berbagai tatanan dan sistem sosial yang selama ini berlaku
di dalam masyarakat. Sosial media juga telah membuka beragam peluang, kemungkinan
dan interaksi baru dalam transaksi ekonomi.
Facebook,
Twitter, Path, Instagram dll telah menjelma menjadi sebuah pasar yang dipenuhi
berbagai transaksi ekonomi. Beragam aneka barang dan jasa dapat dengan mudah
ditemui di berbagai media sosial itu. Mulai dari hal-hal yang lumrah seperti properti,
kendaraan, fashion, agen perjalanan wisata, umroh, dsb sampai pada hal-hal yang
tidak lumrah seperti sex, pelangsing dan penambah tinggi badan, aneka pusaka keramat
dsb.
Begitupun
juga dengan dunia periklanan. Banyak hal baru yang muncul di seputar dunia
perkilanan. Bagaimana iklan bisa dapat diterima dengan mudah dan cepat. Apapun
caranya. Berbeda dengan iklan-iklan yang ada di tv, iklan-iklan di
media sosial justru bisa menjelma menjadi teror yang kerap menghantui kita
tanpa bisa dibatasi oleh ruang dan waktu.
Toko
Memorabilia adalah respon saya dalam menyikapi berbagai modus transaksi dan
beragam ‘aksi teror’ yang terjadi di media sosial. Dengan membuka on-line shop
yang menjual berbagai aneka barang komoditi fiktif, Toko Memorabilia hadir dan turut 'meramaikan' geliat perekonomian di lini masa kita.
Agan
Harahap
*Seniman fotografi yang tinggal dan menetap di Yogya
![]() |
Langganan:
Postingan (Atom)