Rabu, 29 Januari 2014

SUPERHEROS @ Meyrin Culture Galerie, Geneva. Switzerland


Tuesday night, the opening of the exhibition SUPERHEROS , welcomed the visitors to the Forum Meyrin . The works exhibited were designed by a dozen exhibitors: Installation François Burland (ch) & collages , Marvellini Brothers ( i) , old photographs retouched , Vincent Cavaroc (en ) What's your superpower ? sound installation , Grégoire Guillemin (fr), The Secret Life Of Heroes , paintings, Agan Harahap ( Indonesia ), Super Hero, photomontages , David Lloyd ( gb ), V for Vendetta , illustrations, Dulce Pinzón ( mexico ) , True stories superhero , photographs, Ségolène Romier (ch ) Lavomatix , installation and Freeka Tet (fr), Metamorph , interactive installation.Appeared in the world of American comics in the early forties, superheroes are now ubiquitous in our real world.For ten years , Hollywood devotes a growing number of (super) productions, the public response to the appeal . Therefore , television series psycho- socio- cultural analyzes , through derivatives and countless advertising uses superheroes remember almost daily our good memories . They accompany generations of fans by addressing universal challenges and support contemporary causes.Through bd boards , interactive installations , works of artists and photographers , the exhibition offers a kaleidoscopic , entertaining and multidisciplinary portrait of the modern myths that are super heroes .The exhibition continues until 28 February 2014 at the Forum Meyrin .

All photos from Demir SONMEZ





 

Selasa, 21 Januari 2014

In Memoriam : 30 DE SOCIAL CLUB



Hari itu hujan masih turun dengan derasnya di luar. Melalui twitter saya melihat bahwa akses untuk ke apartemen saya sudah tertutup oleh banjir. Tapi saya memutuskan untuk tetap pergi ke apartemen saya sekedar untuk membereskan barang-barang saya dan isteri ke dalam kardus-kardus yang sudah saya beli hari kemarin. Saya pun memutuskan untuk pergi dengan bersepeda menuju 30 DESocial Club. 

Perasaan saya menjadi sentimentil ketika saya harus memasukkan satu-persatu barang-barang saya kedalam kardus. Saya memilah-milah mana yang akan tetap menemani saya dan mana yang harus saya buang. Setiap barang punya kenangan tersendiri di hati saya, sekecil apapun itu. Tidak hanya barang-barang yang mempunyai kenangan, tempat ini, 30 DE Social Club adalah hal yang terberat yang terpaksa harus saya tinggalkan.  Sambil membereskan barang-barang, saya kembali mengingat semua peristiwa yang terjadi di tempat itu.

Sebelum menjadi 30DE Social Club, tempat itu (kalau tidak salah) bernama The Awang-Awang Residence.  Dulu tempat ini dihuni oleh seorang artist tato dan pasangannya. Mereka adalah pasangan yang cukup kinky. Terbukti dari sebuah borgol warna pink yang tertinggal tergantung di tembok. Sebagai bentuk penghormatan bagi mereka, maka kami memutuskan untuk tetap membiarkan borgol pink itu tetap pada tempatnya. Sampai suatu hari keika keluarga saya datang untuk berkunjung, maka terpaksa borgol itu saya sembunyikan agar mereka tidak berpikir yang aneh-aneh tentang saya.

Adapun alasan saya menamakan apartemen itu menjadi 30DE Social Club adalah karena selain memang letaknya di lantai 30 unit DE, bagi saya tempat itu sudah menjadi ajang berkumpul sahabat-sahabat dan handai taulan kami untuk bisa berbagi suka maupun duka. 
Hampir tiap kali selalu saja ada bunyi suara gitar dan lantunan lagu-lagu sumbang yang terdengar dari mulut kami yang sedang mabuk. Mungkin satu-satunya suara merdu yang terdengar hanyalah dari mulut istri saya, Itta. Maklum saja, namanya juga penyanyi. Musik dan alkohol hampir selalu saja menyemarakkan tempat itu layaknya sebuah bar atau club.  

Kini semuanya harus berlalu. Atas nama masa depan yang lebih baik, maka saya dan istri memutuskan untuk pindah. Jujur saja, penghasilan saya yang tak seberapa, ditambah lagi dengan akan hadirnya buah hati kami dalam waktu dekat, membuat saya harus dengan sangat terpaksa meninggalkan tempat itu. 
Segala kenangan baik yang pernah terjadi juga rasanya tidak sebanding dengan biaya listik, air serta uang kebersihan dan keamanan yang selalu mengalami kenaikan. Atas dasar itulah maka kami memutuskan untuk pindah. 

Keesokan harinya, hujan masih juga turun dengan derasnya. Bersama Bang Jejen, sahabat lama keluarga kami, secara bertahap kami berdua membawa barang-barang yang telah dikarduskan itu untuk menuju truk yang sudah menunggu di lantai bawah. Selain memang kardus-kardus itu memiliki beban yang cukup berat, namun hal yang terberat bagi saya ialah ketika harus menyaksikan ruangan yang pernah menjadi tempat saya berteduh selama 3 tahun ini perlahan-lahan kosong.  Ada suatu perasaan sedih yang makin lama semakin berkecamuk di dalam dada saya. 

Sampai ketika 30 DE Social Club benar-benar kosong dan saya harus benar-benar pergi meninggalkan tempat itu, saya meminta waktu sebentar untuk sekedar berdiam diri dan membakar sebatang rokok sambil mengingat -ingat segala hal yang pernah terjadi di tempat ini. 
Dalam keheningan tiba-tiba hp saya berbunyi. "Masih lama mas? Sebab kita harus segera berangkat!" tanya sopir truk yang sudah tidak sabar menunggu lebih lama lagi.
Saya kembali memandangi seluruh bagian ruangan, mematikan rokok, dan lantas bergegas pergi menutup dan mengunci pintu.  












Terimakasih 30 DE SOCIAL CLUB, semoga kelak dikemudian hari nanti engkau bisa menjadi berkat bagi penghuni baru mu.



Hormat kami,



Agan Harahap & Ita S Mulia