Selasa, 23 Oktober 2018

Dunia Yang Penuh Garis, Bentuk, Bidang dan Warna






Apakah garis, bidang, bentuk dan warna masih memiliki arti bagi Sakrip, Surtiningsih, Rudi, dan siapa pun
mereka, yang tinggal di panti tunanetra itu? Sejak lahir atau jauh ketika masih kecil, karena
gangguan pada indera pengelihatan, mereka telah masuk ke dunia yang lain. Sebuah dunia yang samasekali
berbeda dari yang kita miliki. 

Tapi terlalu gegabah rasanya untuk mengatakan mereka buta dan hidup dalam kegelapan. Tokh mereka tetap bisa membangun visualisiasi atau gagasan yang khas tentang berbagai fenomena yang ada dalam kehidupan ini. Mereka memiliki pemahaman yang tersendiri tentang "garis","bidang", "bentuk" dan "warna". Dan gagasan itu mereka bangun lewat kepekaan indera-indera lain yang masih tersisa pada mereka.



Bagi Sakrip gagasan tentang "ibu" boleh jadi adalah kain batik yang lamat-lamat berbau apak dan usapan
tangan penuh mesra pada kepalanya. (Sementara atas "kain batik" dan "tangan" ia juga punya gagasan yang
tersendiri) . 

Bagi Surtiningsih gagasan tentang "jakarta" boleh jadi adalah  suara lalulintas yang hiruk-pikuk dan bau
tidak sedap yang menguap dari dalam got. (Sementara atas "lalulintas" dan "got" ia juga punya gagasan yang tersendiri). 

Bagi Rudi--yang tak pernah meraba buaya, tapi pernah meraba sebuah tas dari kulit buaya--maka gagasan
tentang "buaya" boleh jadi adalah sebuah kotak persegi, memiliki cantelan di kedua sisinya dan
terbuat dari kulit yang memiliki bidang-bidang berkilat seperti bekas koreng di kakinya. 

Tentu saja mereka memiliki "garis", "bidang", "bentuk" dan "warna" tersendiri atas gagasan atau fenomena yang mereka hadapi. Tidak ada yang salah dengan semua itu. Bukankah atas berbagai fenomena yang tidak bisa kita tangkap secara kasatmata, maka kita pun  membangun"garis", "bidang", "bentuk" dan "warna" yang tersendiri? (Apa yang kita visualisasikan tentang gagasan "tuhan", "cinta", "kesepian" atau
"pengkhianatan"? Sama seperti mereka, kita  memiliki visualisasi yang berbeda-beda. Tapi, sama seperti
mereka,  perbedaan itu juga  memperkuat dan memperkaya komunikasi kita). 

Sakrip, Surtiningsih, Rudi dan siapa pun mereka, yang tinggal di panti tunanetra itu, memang memiliki
gagasan tentang "garis", "bidang", "bentuk" dan "warna" yang tersendiri. Tapi mereka juga sadar bahwa
mereka hidup di tengah kita yang tidak mengalami masalah dengan indera pengelihatan. Mereka sadar bahwa komunikasi dengan kita juga perlu dibangun lewat "garis", "bidang", "bentuk" dan "warna" sebagaimana yang kita pahami.



Peristiwa memangkas rambut agar kelihatan seperti kebanyakan orang, menghias kelas taman kanak-kanak
tunanetra dengan lukisan warna-warni, memakai baju dengan mode seperti yang sedang laris di pasar, memang merupakan suatu hal yang ironis. Tapi janganlah hal itu dimaknai sebagai sebuah kekenesan atau olok-olok. Semua ini adalah upaya dari sekelompok  manusia untuk berkomunikasi dengan kelompok manusia lainnya lewat simbol-simbol, yang oleh kelompok pertama dipahami sebagai bahasa kelompok yang kedua. 

Hal yang sama jugalah seyogyanya yang terjadi pada kita. Komunikasi "visual" kita kepada mereka seyogyanyalah melibatkan simbol-simbol yang bisa mereka pahami. Simbol-simbol itu adalah rasa, bunyi, dan bau. Dan dengan rasa, bunyi dan bau itu, biarlah mereka membentuk garis, bidang dan warnanya sendiri.

Betapa kaya dan berwarna-warninya kehidupan bila berbagai kelompok manusia mau berkomunikasi; mau
membuat dirinya lebih difahami oleh kawan di hadapannya. 




Mula Harahap
Jakarta, 12 Juli 2004



* Ini adalah tulisan almarhum ayah saya pada 2004 dalam rangka merespon karya serial foto saya yang pertama yang berjudul 'Dunia Gelap Yang Penuh Warna'. Adapun serial ini saya buat demi tugas akhir saya sebagai mahasiswa DKV di STDI Bandung. Selama beberapa minggu saya kerap menghabiskan waktu saya di SLB-A jalan Pajajaran mengamati dan memotret segala kegiatan mereka yang menarik bagi saya. Sebetulnya ada 12 karya foto yang saya sertakan dalam ujian tugas akhir saya waktu itu. Tapi hanya 6 foto yang masih bisa saya temukan setelah mencari-cari di internet. Dan setelah 14 tahun berlalu, akhirnya baru sekarang saya bisa menyandingkan karya saya dengan tulisan almarhum ayah saya. 


Jumat, 14 September 2018

SING FEST #9 : 'Dominasi Ruang Resonansi' Seorang Neno Warisman




Tidak bisa diungkiri, bahwa wanita cantik bersuara emas merupakan sebuah 'bius' yang tersendiri. Wajah cantik dan suara indah juga merupakan 'satu paket' yang sudah merupakan rumus dasar dalam industri musik. Bicara soal kualitas suara yang dimiliki seseorang, saya teringat sebuah tayangan dokumenter yang sempat membahas tentang kualitas vokal yang dimiliki oleh sorang Freddie Mercury, penyanyi legendaris dari band Queen. Dalam sebuah teori dalam tayangan itu, bentuk rahang dan mulut yang unik dari Freddie Mercury justru membentuk sebuah ruang resonansi khas yang membuatnya mampu mencapai nada-nada tinggi di luar kemampuan bernyanyi orang pada umumnya.

Dan entah kenapa, penyanyi- penyanyi wanita favorit saya kebetulan memiliki rahang dan bentuk mulut yang khas. Sebut saja, Debbie Harry dari Blondie, Almh. Whitney Houston, Rita Butar-Butar, Anggun C Sasmi, Lea Simanjuntak dan tentu saja, Itta S Mulia, mantan vocalist band C.U.T.S asal kota kembang yang kini telah menjadi ibu dari kedua anak saya. Mereka memiliki suara yang khas yang mampu menggugah hati sanubari saya.


Kondisi perpolitikan Indonesia yang tengah bergejolak hari ini, tiba-tiba membuat perhatian saya terfokus kepada seorang penyanyi wanita di era 80-an, yang baru saya sadari ternyata juga memiliki rahang yang khas. Ya. Dialah Neno Warisman atau kini dikenal sebagai bunda Neno. Sepak terjangnya dipanggung politik serta orasi-orasinya yang tajam dan keras memang terkadang cukup membuat orang lain gerah, sehingga tak jarang penampilannya di muka publik belakangan ini selalu berujung dengan kericuhan. Namun sebelum menjadi singa podium yang penuh dengan kontroversi seperti sekarang ini, Neno Warisman terlebih dahulu dikenal sebagai seorang penyanyi di era 80-an. Beliau juga beberapa kali membintangi beberapa film yang cukup populer di era itu. 


Dikutip dari sebuah artikel, tentang membaca kepribadian seseorang dari bentuk wajah, wanita-wanita 'berahang kuat' ini cenderung intelek, analitis, dan tegas. Dilain sisi, mereka merupakan sosok yang dominan, keras kepala, dan selalu ingin menjadi penentu. Mereka juga merupakan pribadi yang agresif, ambisius, tidak mengenal kata menyerah dan tidak mudah terpengaruh dengan orang lain. 


Dari penyanyi-penyanyi wanita idola yang sudah saya sebutkan di atas, Neno Warisman mempunyai bentuk rahang yang paling dominan. Bila merujuk dari artikel online perihal bentuk wajah dan kepribadian seseorang tadi, Neno Warisman jelas memiliki sifat dominan, agresif, ambisius dan tidak mudah menyerah. Orasi-orasinya yang berujung dengan persekusi, serta ketika berjam-jam harus tertahan di Bandara Sultan Syarif Kasim, Kota Pekanbaru, menjadi sebuah bukti nyata bahwa kepribadian dan sifat seseorang dapat tergambar jelas dari bentuk rahangnya.

Bicara soal rahang sebagai ruang resonansi, kualitas vokal Neno Warisman jelas tidak bisa diragukan lagi. Menurut dari berbagai artikel di internet yang saya baca, paling sedikit sudah 7 album solo yang telah dihasilkan oleh Neno Warisman sepanjang kariernya. Belum lagi  berbagai album kompilasinya bersama dengan penyanyi-penyanyi lain. Yang artinya sudah ada ratusan single yang telah dinyanyikannya termasuk sebuah single hits kolaboratif terbarunya yang berjudul "2019 Ganti Presiden". 


Namun sebagaimana layaknya jodoh dan kematian, jalan hidup seseorang pun tak dapat ditebak. Alih-alih seperti Rita Butar-Butar, Anggun dan Lea yang tetap berkiprah sebagai penyanyi, atau istri saya yang kini merambah ke dunia fashion, karier politik Bunda Neno bisa dibilang cukup moncer walaupun tengah berada dalam pusaran politik tanah air yang tengah bergejolak. 

Dan (tentu saja) sebagai penyanyi dengan rahang yang paling dominan, Neno Warisman pun kini masuk dalam daftar penyanyi wanita favorit saya. 

Seperti edisi- edisi tulisan "Sing Fest' saya yang terdahulu, berikut adalah chart mini yang berisi berbagai lagu dan orasi yang memuat kualitas vokal seorang Neno Warisman. Selamat menikmati. 



5. KU LIHAT CINTA DI MATANYA


    
Lagu yang berjudul Ku Lihat Cinta Di Matanya ini menjadi pilihan pertama saya untuk menjadi pembuka dalam chart ini. Vokal tinggi Neno Warisman yang jelas mendominasi dalam lagu dengan rentak disco khas 80-an ini entah kenapa malah mengingatkan saya pada lagu How Will I Know yang dibawakan oleh Whitney Houston. 


4. NADA KASIH 



Lagu ini merupakan lagu yang paling populer dari seluruh lagu dalam chart ini. Duetnya dengan salah satu musisi legenda tanah air, Fariz RM mampu membawa lagu ini menjadi salah satu lagu yang cukup sering dinyanyikan di bilik-bilik karaoke sampai hari ini. 

3. DEKLARASI 2019 GANTI PRESIDEN DI MEDAN


Disini saya tidak bicara soal sejarah musikalitas dan nilai estetik yang terkandung dalam lagu-lagu Neno Warisman. Saya juga tidak bicara tentang konten orasinya. Tapi saya sengaja memasukkan orasi ini sebagai bukti dari teori tentang rahang dan kepribadian seseorang, seperti yang sudah saya paparkan dalam tuulisan di atas. Dan sebagai seorang wanita yang kini sudah berusia 54 tahun, kita jelas bisa menilai bagaimana bentuk rahang dominan Neno Warisman mampu menghasilkan resonansi maha dahsyat yang menggelegar yang rasa-rasanya sulit dilakukan oleh orang seusia beliau.

2. SEBUAH OBSESI


Neno kembali berduet dengan Fariz Rm dalam lagu ini. Di lagu ini para punggawa 'pop kreatif' seperti Chandra Darusman dan Erwin Gutawa bahu-membahu bersama Fariz RM turut membidani musik dan aransemen sehingga nada yang dihasilkan mampu memberi nuansa tersendiri bagi saya. Selain itu, alasan saya memasukkan lagu ini ke urutan ke dua dalam chart ini adalah karena judulnya. Ya. 'Obsesi' . Saya percaya lagu ini pasti memberi suatu dampak tertentu dalam karier musikalitas seorang Neno Warisman, yang apabila merujuk dari teori bentuk rahang dan kepribadian seseorang, sudah tentu judul lagu ini sangat sesuai dengan kepribadian Neno Warisman yang mempunyani rahang yang dominan.

1. BERI AKU KESEMPATAN 


Ini adalah lagu favorit saya dalam chart mini ini. Disini Neno Warisman berduet dengan alm. Arie Wibowo, seorang penyanyi pop balada yang dikenal dengan lagu-lagunya yang nyeleneh seperti Madu dan Racun, Kodokpun Ikut Bernyanyi, dsb. Adapun sebagai seorang Batak yang kerap kagum dengan nada-nada tinggi, di lagu ini Neno Warisman yang asli Banyuwangi mampu menunjukkan kualitas vokalnya yang luar biasa dalam menggapai nada-nada yang tinggi yang biasanya kerap dilantunkan oleh seorang penyanyi Batak. 




Yogyakarta, 14 September 2018


Agan Harahap.
* penikmat musik dan penggemar baru Neno Warisman






Rabu, 22 Agustus 2018

Misteri Di Balik Sebuah Foto





Belum lama ini saya berkesempatan untuk berjumpa ke kediaman seorang senior mantan dedengkot punk tanah air yang kini dikenal sebagai salah satu kolektor keris. Ditemui di kediamannya dibilangan Jatinegara, beliau yang meminta agar identitasnya dirahasiakan, bercerita tentang awal pergerakan punk di Indonesia. Menurutnya, penyebaran punk di Indonesia dimulai ketika para mahasiswa Indonesia yang menempuh studi di Inggris dan Amerika pada akhir 70 dan awal 80an membawa sub kultur punk ke tanah air sehingga perlahan-lahan berhasil menularkan ‘gaya hidup’ ini kepada rekan-rekannya. 

Beliau juga menyayangkan tentang stigma negatif yang kerap disematkan pada anak-anak punk. Menurutnya orang hanya melihat tampilan luarnya saja. Ia lalu bercerita tentang pandangan punk yang mencakup kebebasan individu, anti-otoritarianisme, etika DIY, dsb. “Tapi kesemuanya itu tentu kembali pada pribadi lepas pribadi, dik. Tidak sedikit anak-anak punk yang dulu di cap urakan itu sekarang sukses jadi orang”, tambahnya seraya mengeluarkan sebuah album foto lama.

Dengan hati-hati beliau membuka tiap lembaran di album itu. Ia menunjuk beberapa foto kawan-kawannya, sesama pionir punk Indonesia, yang kini sukses menjadi pengusaha, pejabat pemerintah, bahkan tokoh agama. Menurutnya wajar jika teman-temannya tidak lagi mengenakan atribut punk mereka seperti jaman masih muda dulu. Tapi jiwa dan ideologi punk yang mereka pegang teguh sejak muda masih jelas terlihat dalam rekam jejak kehidupan mereka.


Beliau yang sejak tadi aktif bercerita, tiba-tiba terdiam. Matanya memandang lurus pada sebuah foto di album itu. “Kalo sahabat saya yang satu ini sekarang sudah jadi anak metal, dik”. Ujarnya sambil tersenyum penuh arti setelah saya menanyakan siapa orang yang ada di foto itu. 

Obrolan kami meluas ke ranah selebriti, agama, politik sampai kepada pemeran pengganti presiden dalam gelaran Asian Games yang baru lalu itu. "Ah, kalo dia masih muda kayak dulu, mungkin ga perlu pake stuntman.." Gumamnya perlahan sambil menerawang. "Loh, bapak kenal sama presiden?" Tukas saya cepat. Lagi-lagi beliau hanya tersenyum penuh arti. 
Hari menjelang sore dan saya pun mohon pamit karena saya harus mengejar kereta yang akan membawa saya pulang ke Jogja. 

Kereta bergerak perlahan meninggalkan Jakarta. Dari balik jendela, lampu-lampu di sepanjang jalan tampak bagai fragmen-fragmen terpisah yang berkelindan dengan cepat. Lagu 'Rise Above' dari Black Flag mengiringi saya menuliskan kisah ini kepada anda.

Yogyakarta, 22 Agustus 2018

Agan Harahap