Berbeda dengan Twitter, Facebook dan Instagram, aplikasi Path awalnya memang terasa lebih 'intim' dan 'jujur' dari kebanyakan media sosial lainnya. Sebab hanya orang-orang terpilih yang dianggap mampu menjaga relasi pertemananlah yang bisa melihat segala tindak tanduk kita di media sosial itu. Kita seolah merasa bisa membagi segala macam perasaan dan pengalaman apapun yang dirasakan untuk 'orang-orang terpilih' itu. Walau seringkali, 'kejujuran-kejujuran' yang kerap kita bagikan dan kita temui di Path, kerap cukup mengganggu ritme keseharian kita.
Namun, selain menjadi media sosial yang menyampaikan berbagai perasaan, pengalaman dan keluh kesah yang jujur, tulus apa adanya, Path perlahan menjelma menjadi sebuah media sosial yang sensitif. Pertemanan yang sejatinya terbentuk di dunia yang nyata, bisa retak atau bahkan hancur berkeping-keping karena berbagai masalah sepele. Seperti lupa 'me-love', atau salah 'menanggapi' dengan memberi emoticon yang tidak tepat dsb. Path yang mustinya sederhana dan jujur tiba-tiba terasa begitu kompleks. Dengan adanya fasilitas untuk 'menunjukkan perasaan' (smile, love, gasp dan frown), orang cenderung menjadi lebih sensitif dan mudah terpancing terkait dengan 'tanggapan perasaan' yang diterimanya.
Dimana langit dijunjung, disitu bumi dipijak. Kita tentu harus bisa pandai-pandai membawa diri sekaligus harus bisa menjaga perasaan orang lain melalui berbagai postingan dan tanggapan. Tapi tentu saja semua harus pada kadar dan takaran yang pas. Tidak perlu berlebihan.
Belum lagi bila bicara soal berbagai bentuk pencitraan diri yang kerap ditayangkan di Path. Salah menanggapi sedikit, bisa tentu berujung dengan sakit hati yang akhirnya malah merusak relasi yang sudah terjalin. Dan bagi orang yang kurang bisa berbasa-basi di media sosial seperti saya, sikap ini tentu bisa menimbulkan masalah bagi orang-orang yang terlalu perasa.
Ya, sebetulnya memang jadi konyol ketika kita terlalu membawa-bawa perasaan, sesuatu yang bersifat deep dan personal di ranah media sosial. Tapi inilah kenyataannya, bahwa gesekan-gesekan atau bahkan benturan-benturan yang terjadi, disebabkan karena banyak pengguna yang terlalu larut, percaya dan terlena oleh bentuk sosialisasi di lingkaran pertemanan yang dirasa intim tersebut. Sehingga mereka tidak lagi bisa membedakan batasan-batasan antara ilusi dan kenyataan yang semakin tersamarkan oleh berbagai postingan dan tanggapan.
Bagi saya, Path adalah sebuah media sosial yang jauh lebih kompleks dan sulit dibanding dengan tampilannya yang mudah dan sederhana. Path adalah aplikasi yang jelas bersifat ekslusif, karena selain memang lingkup sosialnya yang kecil (orang-orang terpilih), Path hanya cocok bagi orang-orang yang telah 'khatam' tentang pergaulan di dunia maya.
Path hanya akan bisa berjalan dengan baik jika digunakan oleh orang-orang yang bisa dengan mudah mengenali atau bahkan tidak peduli lagi tentang batasan-batasan antara realita dan ilusi.
Nikmati saja pemandangan di jalan setapak itu. Tidak usah terlalu pedulikan berbagai tanggapan orang lain yang hanya mengganggu perjalanan wisata anda.
Agan Harahap