Senin, 12 Oktober 2015

(Album Kenangan) Selembar Foto Dari Dunia Fantasi


Bitney dan Christina berfoto di depan maskot Dunia Fantasi, Ancol. 1994

Beberapa hari yang lalu saya menyempatkan diri untuk berkunjung ke rumah ibu saya di bilangan Kampung Ambon, Pulomas. Ketika sedang membuka2 lemari pakaian, saya menemukan album-album foto lama keluarga kami. Kebetulan ibu adalah wanita yang sangat teliti dalam mengumpulkan arsip keluarga.
Dari sekian banyak foto yang terdapat di album itu, ada sebuah foto yang menarik perhatian saya.
Foto ini saya ambil di Dufan, Ancol th 94. Waktu itu saya masih siswa kelas 2 di SMP 1 PSKD. Ibu saya sengaja membekali saya kamera poket untuk mengabadikan momen2 bahagia bersama teman-teman.

Berbeda dengan kami yang masih terlihat takut-takut ketika ingin menaiki wahana Kora-Kora, saat itu ada sekelompok anak-anak bule yang terlihat sangat antusias dan bersemangat. Mereka berteriak-teriak kegirangan dan bahkan berani melepas tangan ketika perahu Kora-Kora sedang meluncur kencangnya. Diantara anak-anak bule itu, ada seorang anak perempuan yang mencuri perhatian saya. Wajahnya yang cantik dan senyumannya yang menawan membuat saya tidak bisa berhenti meliriknya.

Sebenarnya saya ingin sekali untuk berfoto berdua dengannya tapi sebagai anak kelas 2 SMP, tentu saja saya tidak berani mengutarakan maksud saya kepadanya. Selain juga saya takut ditertawakan oleh kawan-kawan saya yang lain. Akhirnya dengan berat hati saya membuang jauh-jauh keinginan saya untuk berfoto bersamanya. Dan gadis cantik itupun menghilang di tengah kerumunan.

Menjelang malam, rombongan kami pun bergerak ke arah pintu keluar untuk pulang. Tanpa sengaja saya kembali berpapasan dengannya. Tidak mau kehilangan momen untuk yang kedua kalinya, saya segera menghampirinya. Dengan bahasa Inggris yang terkontaminasi dengan bahasa Tarzan, saya beranikan diri untuk mengajaknya untuk berfoto berdua.

Syukurlah dia tidak marah atau takut, mengingat perawakan saya pada waktu itu cukup memprihatinkan. Gadis cantik itu hanya mengangguk dan tersenyum manis seolah paham akan maksud saya. Namun rupanya si gadis manis itu salah mengerti. Dia malah merangkul temannya dan langsung berpose di depan saya yang gemetar memegang kamera. Tanpa banyak pikir panjang, saya langsung saja memotretnya. Sesudah memotretnya, diluar dugaan gadis cantik itu malah merangkul saya dan menyuruh temannya untuk memotret kami. Tapi sayang seribu sayang, foto tadi adalah jepretan terakhir dari film Fuji isi 36 itu berikut bonusnya. Seolah mengerti akan kekecewaan saya, gadis itu mengulurkan tangannya mengajak saya berkenalan. Setelah berkenalan, gadis itu mengucapkan selamat tinggal dan berlari menyusul kawan-kawannya yang sudah menantinya di pintu keluar.

Masih jelas teringat dalam benak saya ketika gadis itu menyibakkan rambut pirangnya, menoleh kembali ke arah saya seraya melemparkan senyuman manis untuk yang terakhir kalinya sebelum menghilang di pengkolan jalan. Meninggalkan saya yang masih terkesima dibuatnya.


Agan Harahap