Selasa, 28 November 2017

CERITA HANTU






Waktu menunjukkan pukul 9 malam lebih sedikit. Musik dangdut yang mengalun syahdu dan aroma khas rokok kretek segera menyeruak ketika saya memasuki kelab dangdut di pinggiran kota ini. Kebetulan saya sedang menunggu kehadiran seorang teman di tempat itu. Entah alasan apa sang teman malah mengajak saya untuk meeting di tempat ini. Saya sengaja mengambil tempat agak di pinggir, sedikit terhalang oleh meja bar. Wajar saja, sebagai orang yang baru pertama kali menginjakkan kaki di tempat yang bersahaja ini, saya tidak mau menjadi pusat perhatian. 

 “Abang mau minum apa bang..? Bir hitam apa bir putih?” Tanya seorang pelayan wanita berbadan gempal dengan pakaian serba ketat dan gincu tebal yang tiba-tiba saja muncul dari kegelapan. Sebauh tawaran yang biasanya sulit untuk daya tolak. Namun sayang, malam itu kebetulan maag saya sedang kambuh sehingga tidak selera untuk meminum bir. Sementara tempat semacam itu jelas tidak memungkinkan untuk memesan jus segar atau jahe hangat. Di sisi lain, saya juga tidak mau terlihat culun. Maka saya menanyakan jenis minuman apa lagi yang lebih keras dari bir. Karena menurut pengalaman saya, apapun yang lebih keras dari bir tentu volumenya jauh lebih sedikit. Sehingga cukup dengan segelas kecil saja maka saya tidak perlu tersiksa menghabiskan bir botol besar, sekaligus juga supaya gak kelihatan cupu-cupu amat. Sang pramusaji tersenyum sambil menganggukkan kepalanya. Seolah bisa membaca pikiran saya, dia pun permisi untuk mengambil minuman saya. 

Sembari menunggu pramusaji yang sedang mengambil minuman, sayapun mengalihkan pandangan kesekitar. Di atas panggung seorang biduan melantunkan lagu dangdut dengan irama yang mendayu-dayu. Di sekitar panggung, tampak beberapa lelaki yang berjoget sambil memejamkan mata. Mungkin lirik yang menyayat-nyayat itu tak jauh berbeda dengan kondisi yang harus mereka hadapi sehari-hari seperti stress akibat himpitan ekonomi, konflik rumah tangga, ah.. entahlah.. 
Sementara di pojokan tampak beberapa wanita paruh baya yang sedang sibuk mengobrol sambil sesekali memukuli nyamuk-nyamuk yang menggigiti paha mereka yang memang besar-besar. 

“Abanggg.. Ini minumannya abanggg..” Ujar pelayan tadi sambil tersenyum seraya mencampurkan sebotol Mansion House ukuran jumbo dan sebotol minuman energi kedalam sebuah teko plastik. Ya ampun.. Saya sudah salah pilih. Namun apa boleh buat, sekali layar terkembang, surut kita berpantang. 
Pelayan berambut pirang itu mengisi penuh gelas saya. Dan secara perlahan namun pasti saya pun terlarut dalam suasana. Jam sudah menunjukkan pukul 11, namun kawan yang dinanti tak jua kunjung tiba. Tempat itu semakin penuh. Musik yang tadinya mengalun syahdu kini berubah menjadi hingar bingar. Di atas panggung sang biduan semakin liar membawakan lagu-lagu hits dangdut kekinian dan orang-orang yang tadi berjoged pelan sambil memejamkan mata sudah berganti dengan sekelompok pemuda yang berjoget dengan penuh energi.


“Hey man, can I join you ?“ Tiba-tiba seorang turis bule menghampiri meja saya. Setelah saya mempersilakannya ia lalu menghempaskan badannya yang besar di sofa. Turis bule itu tidak banyak bicara. Ia hanya diam sambil menatap nanar ke arah panggung. 
“Hei mister.. Du yu want tu drink?” Tanya sang pelayan semok tadi setengah berteriak kepada sang turis yang duduk di sebelah saya. “Yes.. Same like that. And make it double!! ” ujar si bule seraya menunjuk ke teko saya yang isinya tinggal seperempat. 
Dan begitulah seperti yang sudah-sudah.. Alkohol dengan keajaibannya sendiri sukses membuat kami seperti kawan karib yang lama tidak bersua. Sang turis bule, sebut saja namanya Donald, rupa-rupanya baru saja menghadiri pembukaan pameran keris dan batu akik di sebuah padepokan yang letaknya tak jauh dari kelab malam ini. 
Dalam sekejap, campuran vodka Mansion House dan minuman energi sudah berpindah tempat ke dalam perut buncit si turis. Dan dengan sigap, sang pramusaji tadi segera menyuguhkan teko-teko lain ke meja kami. 



“Mulutpun bi bi bi bibibi bisu.. Lidahpun ke ke ke kekeke kelu..” 

Sekelompok pemuda yang dari tadi di depan panggung nampak menyanyikan bagian rap dari sebuah tembang lawas ‘Ini Rindu’ milik Farid Hardja. Mulai mabuk, turis bule itu pun mulai menggoyangkan kepalanya sambil melambai-lambaikan tangannya seperti seorang penyanyi hip hop. “I love this f*ckin song man!!  It’s reminds me of Intergalactic from Beastie Boys!!“ Ujar bule itu sambil berteriak sembari mengangkat tekonya ke udara. Entah sama siapa dan bagaimana pula bule ini bergaul, kok bisa-bisanya lagu ‘Ini Rindu’ disamakan dengan ‘Intergalactic’.. Tapi ya sudahlah. Saya yang juga sudah sedikit mabuk tidak mau memperpanjang dialog perihal literatur musikologi.


                


Teko-teko yang kosong, segera diisi dengan teko yang baru. Entahlah sudah berapa teko yang sudah kami habiskan pada malam yang berbahagia itu. Hari sudah berganti, namun keceriaan di tempat itu semakin membahana. Kawan yang saya nantikan tidak kunjung datang, sementara isteri saya sudah mulai mengirimkan pesan-pesan 'persuasif' di whatsapp. Nampaknya saya tidak bisa berlama-lama lagi di tempat ini ditambah lagi saya harus menempuh jarak yang lumayan jauh dengan motor pitung saya.  “Hey Donald, listen man, I have to go now. And don’t bring much money..” Ujar saya sedikit berbisik sembari menyodorkan beberapa lembar uang sepuluh ribuan. Sebab jujur saja, dalam kondisi ekonomi seperti sekarang ini, tentu kebutuhan gizi kedua anak saya di rumah harus lebih diutamakan ketimbang bersenang-senang dengan turis asing ini. 
“Don’t worry. It’s on me man!! “ Ujarnya sambil tetap mengayun-ngayunkan teko plastik itu. 
Hmm baiklah. Karena Donald sudah berbaik hati, maka saya akan menemaninya sebentar lagi sambil menghabiskan sebatang rokok terakhir. Donald semakin aktif  berjoget mengikuti iringan musik yang berdentam. Perutnya yang besar berguncang-guncang mengikuti suara kendang. Ia berjoget dengan kikuk dan terkadang offbeat. 

'Ye tu hantuu.. Ye tu hantuu.. Bapaknya meninggal jadi hantuu..' 

Suara biduan yang terdengar lembut berpadu dengan irama housedut yang berdentam dengan kencang. Lagu ‘Ye Tuhantu’ yang dimainkan memang sedang hangat diperbincangkan di media sosial. Ya, tak kalah kontroversialnya dengan lagu ‘Lelaki Kardus’, lagu inilah yang kini menjadi buah bibir dimana-mana.

Dengan antusias berlebihan karena pengaruh alkohol, Donald bertanya kepada saya “Hey Agan.. What is hantu??”. “In bahasa, hantu is ghost.. Jawab saya singkat karena harus segera pulang. “Arghh!! Another awesome music man!!” So is this a song about the ghost?!? Tanyanya dengan penuh semangat. Baru saja saya hendak menjelaskan tentang pesan yang terkandung di dalam lagu ‘Ye Tuhantu’, Donald langsung memotong:
 “You know what man, Im a big fan of Misfits!! Hell yeahh!! 

Setelah menyelesaikan kalimatnya, Donald langsung berlari ke arah panggung meninggalkan saya yang melongo keheranan. Dengan tinggi badan yang diatas rata-rata para pengunjung lain, Donald langsung saja menjadi pusat perhatian. Memasuki bait ke dua lagu tersebut, sang biduan tampak menarik tangan Donald untuk mengajaknya bernyanyi bersama di atas panggung.


Dan seperti orang yang sedang kesurupan, dia pun bernyanyi dan berjoget dengan penuh semangat. Suaranya yang keras dan sumbang ditambah dengan logat Inggrisnya yang kental, membuat lagu ‘Ye Tuhantu’ menjadi sulit didengarkan. Namun kelemahannya dalam mengolah vokal seolah tertutupi oleh aksi panggungnya yang membahana. Terkadang dia memeragakan gerakan air guitar dan terkadang malah melompat-lompat seperti sedang memerankan hantu dalam film-film horor Mandarin. Dan penontonpun tertawa senang. 
Waktu sudah menunjukkan pukul 2 lewat. Handphone saya bergetar, tanda ada sebuah pesan yang masuk. Awalnya saya mengira bahwa sms yang masuk jam segini paling hanya sms promo provider atau penipuan berbasis sms. Namun bukan, pesan itu hanya berisi satu kata yang bertuliskan: PULANG! Rupanya pesan yang sarat makna itu dikirim oleh istri saya yang memang belum tidur. Baiklah, nampaknya saya benar-benar harus menyudahi malam ini. 

Lagu 'Ye Tuhantu' masih terngiang-ngiang ketika saya memacu motor honda pitung saya membelah kegelapan malam kota ini..

Rabu, 01 November 2017

Di Bawah Naungan Atap Parkiran Motor


Hujan turun dengan derasnya sambil disertai angin badai dan petir yang menyambar-nyambar, persis setelah moderator menutup acara diskusi 'Peran Seni Kontemporer Dalam Merajut Tenun Kebangsan' malam itu. Amukan semesta membuat saya dan beberapa peserta lain yang rata-rata masih kuliah terpaksa harus tertahan di bawah atap parkiran motor yang tak seberapa besar. 

Seorang mahasiswa membuka percakapan demi menghangatkan suasana seraya menawarkan sebatang rokok menthol. Dan terjadilah dialog seperti yang terangkum dibawah ini:

Mahasiswa 1: Mas, jadi kalo menurut mas, karya seni yang bagus itu tuh seperti apa sih?

Saya: Karya seni yang bagus jaman now itu adalah karya seni yang sulit dipahami sama logika masyarakat umum. Semakin sulit dimengerti, artinya semakin bagus.

Mahasiswa 1: Maksudnya gimana mas? 
Saya: Itulah yang namanya kesenian adiluhung. Semakin berjarak dari pemahaman orang banyak, berarti semakin ekslusif karyanya. Dangdut itu jelas bukan seni karena terlalu merakyat. Tapi kalo musik jazz itu baru seni kelas atas. Adiluhung. Ngerti dong?

Mahasiswa 1,2,3 dan 4 : (Manggut-manggut dengan ragu) 

Mahasiswa 2: Kalo gitu caranya, masyarakat awam ga bisa dong menikmati karya-karya seni yang adiluhung itu?
Saya: Yaa Jelas. Sebab kepentingannya apa? Untuk makan besok aja masih mikir kok. Pake sok-sokan pengen nikmatin karya seni. 

Mahasiswa 3: Tapi kan sering tuh, banyak yang bilang kalo seni itu turut berperan dalam memajukan kebudayaan. Dan (konon katanya) seiring sejalan dalam gerak nafas masyarakat dan segala problematikanya?
Saya : Ah kata siapa? Itu kan cuma slogan aja biar kelihatan lebih berbudaya dan merakyat. Aslinya ya gak gitu. Udah ketinggalan jamanlah. Semakin terlihat intelektual, semakin spesifik dan ahirnya semakin berjarak sama logika dan kepentingan publik, itulah yang bagus! Kalo buat kamu, meme-meme kacangan itu aja udah cukup kok.

Mahasiswa 1: Tapi mas..
Saya: Bagi dululah rokokmu sebatang lagi please..
Mahasiswa 1: Yahh.. Abis bang

Saya merogoh kantong celana belakang dan puji Tuhan Alhamdulillah, ternyata kebiasaan saya dalam menyimpan puntung rokok di saku celana tidak sia-sia.
Mereka masih menatap saya dengan sejuta keraguan. Sementara saya membakar rokok puntung saya yang masih menyisakan kenikmatan dalam satu tarikan terakhir dan hujan pun reda.



Kamis, 02 Februari 2017

‘KAWAN LAMA’ DARI AMERIKA






Konser Metallica di Indoor Stadium Singapura baru saja usai. Beberapa penonton yang masih tersisa di dalam ruangan terlihat sibuk mencari-cari di pojok-pojok ruangan konser berharap menemukan pick gitar yang sengaja dibagi-bagikan kepada penonton sebagai gimmick dari encore di penghujung acara tadi. Sementara kami yang berada di sisi depan panggung masih menunggu antrian dari belasan ribu  pengunjung lain yang berdesakan keluar dari tempat itu.

Rizal memberi kode supaya kami bergegas untuk keluar melalui belakang panggung. Rizal Tanjung, seorang peselancar ternama tanah air yang juga merupakan teman dari Kirk Hammett dan RobertTrujillo, mendapat undangan untuk ‘nongkrong bareng’ dengan para personel Metallica di Crowne Plaza Hotel tempat mereka menginap. Ya, hari itu saya yang kebetulan tengah menempuh program residensi seni di negara ini, sangat beruntung karena Rizal turut mengajak saya untuk menyaksikan konser itu.

Hujan yang turun dengan deras menyambut kami di pintu keluar. Sementara taxi bukanlah pilihan transportasi yang bijaksana untuk mengantar kami ke lokasi tujuan. Pilihan lainnya adalah MRT namun kami harus berjibaku bersama ribuan penumpang lain untuk bisa naik kedalam kereta bawah tanah itu sementara kami berempat hanya memiliki dua buah tiket. Baiklah, nampaknya saya harus menggunakan sedikit cara yang ‘Indonesiawi’ agar bisa bercengkerama dengan musisi idola pujaan hati. Saya pun menganjurkan untuk Rizal dan istrinya, Chandra agar berdiri rapat dengan saya, sehingga ketika tiket digesek dan pintu terbuka, mereka bisa cepat masuk tanpa harus mengantri untuk mendapatkan tiket MRT. Singkat cerita kami pun tiba di tengah kota, dan segera melanjutkan perjalanan dengan taxi menuju Changi.

Kedatangan kami disambut oleh dua orang crew Metallica yang memang sudah menanti kami sambil merokok di pintu lobi. Bayangan saya tentang suasana hotel yang hiruk pikuk dipenuhi oleh para metalhead buyar. Nampaknya kami adalah satu-satunya pengunjung konser yang diizinkan untuk hadir di lokasi yang memang dirahasiakan itu. Setelah berbasa-basi seraya menghabiskan sebatang rokok, kamipun menuju ke sebuah bar di lantai atas.

Suasana bar itu nampak sepi. Hanya satu-dua pengunjung yang masih nampak menghabiskan waktu sambil menyaksikan pertandingan bola malam itu. Sejujurnya, saya cukup merasa canggung di tengah-tengah mereka. Saya yang kurang pandai dalam beramah-tamah, ditambah dengan bahasa Inggris saya yang kacau balau, tiba-tiba saja bisa saja bergabung dalam kumpulan yang berbahagia itu.
Belum lagi baju saya yang lembab karena keringat dan bercampur air hujan mulai mengeluarkan aroma yang kurang sedap, semakin membuat saya jadi tidak percaya diri untuk berjumpa dengan mereka. Namun untungnya suasana canggung itu tak berlangsung lama. Seorang pelayan datang dengan membawa beberapa gelas bir dingin yang langsung menyegarkan tenggorokan saya yang kering sejak konser tadi.

Segelas bir sudah habis, namun Kirk Hammet dan kawan-kawannya belum juga hadir dan bergabung dengan kami. Oh,.. Mungkin saja dia sedang mandi atau mungkin dia sedang skype dengan anak-istrinya di Amerika sana, pikir saya. Saya hanya berusaha untuk tetap fokus menikmati malam itu sambil sesekali ber-whatsapp menanyakan kabar istri saya di Jogja demi mengalihkan rasa canggung. Anak-anak saya rupanya sudah tidur dari tadi. Hanya istri saya yang masih setia menanti foto-foto perjumpaan saya dengan Metallica agar bisa dapat diuploadnya di Path.  

Sejurus kemudian Robert Trujillo Nampak memasuki ruangan. Rambutnya yang panjang dibiarkan tergerai dan dengan disertai senyum lebar langsung bergabung dengan kami. Tidak seperti Rizal dan Chandra, mereka yang memang sudah cukup lama kenal dengan Robert bisa langsung bercengkerama tentang berbagai hal. Sementara saya adalah orang yang cukup sadar diri. Setelah berkenalan dan beramah-tamah, saya pun hanya diam di pojok seraya mencoba untuk mengabadikan momen ini dengan kamera smartphone saya yang baterenya sudah menunjukkan angka 5%.


 Robert Trujillo dan Kirk Hammett tampak tertawa-tawa melihat editan foto-foto saya


“Hey man, you should see Agan’s works! He make a series of your photos and make all the metalhead in Indonesia got angry with him. Hahaha.. “ Ujar Rizal kepada Robert. Saya yang tengah mencuri-curi memotretnya langsung kaget dan gelagapan. Dengan kikuk dan terbata-bata saya mencoba menunjukkan karya-karya saya kepadanya. Saya memang pernah membuat satu serial fotografi dalam merespon konser Metallica di Jakarta 3 tahun lalu. Saya pun beberapa kali menyertakan mereka dalam meme-meme yang saya buat pada masa pilpres lalu. “Wait a minute.. I don’t remember when you take this photo, And who is this old man?” Ujar Robert keheranan sambil menunjuk fotonya yang saya sandingkan dengan foto Jusuf Kalla. Dan dikarenakan perbendaharaan kata saya yang buruk, maka Rizal dan Chandra pun membantu saya menjelaskan karya-karya saya kepada Robert Trujillo.

Tak lama berselang, Kirk Hammett yang muncul dengan ditemani seorang crew menghampiri dan menyapa kami dengan ramah. Trujillo yang masih tertawa-tawa  langsung saja memperlihatkan karya-karya saya kepada Kirk. Namun dikarenakan rambutnya yang keriwil-keriwil, sehingga susah untuk diseleksi di photoshop, maka saya tidak pernah memuat sosok Kirk Hammet kedalam karya-karya saya. Tapi Kirk nampaknya cukup senang dan tertawa-tawa melihat bagaimana saya memperlakukan rekan-rekannya yang lain.

“You’re very dangerous man.. I’m serious dude!” Ujar Kirk Hammett sambil diikuti derai tawa kawan-kawan yang lain. Kesan garang dan menyeramkan dari Kirk Hammet dan Robert Trujillo yang sebagaimana mereka tampilkan di panggung sirna seketika. Saya pun mulai merasa nyaman dan bisa lebih percaya diri untuk berbincang dan bersenda gurau dengan mereka. Sayapun sempat menanyakan kepada Trujillo hal ikhwal gitar bass yang dihadiahkan kepada Presiden Jokowi. Menurut penuturannya, beberapa tahun lalu ada seorang temannya yang memintanya untuk menandatangani gitar bass miliknya. Karena itu merupakan permintaan seorang teman, maka tanpa ragu dia langsung memenuhi permintaan itu. Trujillo malah kaget ketika saya beritahu bahwa gitar bass itu tidak jelas dimana keberadaannya sekarang. Karena sempat disita oleh pemerintah di masa kampanye pilpres dulu.

Beberapa kawan mereka, sesama surfer dari Bali yang dari tadi juga turut menonton konser bersama kami akhirnya sampai dan bergabung bersama kami. Suasana semakin ramai dipenuhi dengan canda gurau. Pelayan bar cukup sibuk berulang kali mengantarkan bir ke meja kami yang tak henti minum. Sementara Robert Trujillo tetap bertahan dengan segelas red wine yang dari tadi tak lepas dari genggamannya.

Saat itu hanya Kirk Hammett dan Robert Trujillo yang hadir dalam ‘jamuan ramah-tamah’ itu. Sementara James Hetfield dan Lars Ulrich sedang bertemu dengan kawan-kawan mereka yang lain di suatu tempat lain. Suasana di bar semakin hiruk-pikuk. Beberapa kawan nampaknya sudah mabuk dan mereka mulai berbicara dan bercanda dengan istilah-istilah yang sulit saya mengerti sehingga membuat saya seolah ‘terpinggirkan’ dalam acara yang berbahagia itu. Saya yang tadinya duduk di tengah-tengah, perlahan tergeser ke pojok karena saya harus mengecas kamera karena saya saya tidak mau momentum ini hilang begitu saja tanpa terabadikan.

Sambil memperhatikan mereka di kejauhan, tiba-tiba Jhonny, salah seorang kru mereka menghampiri saya dan berkata apakah saya mau menemaninya untuk keluar dari tempat itu untuk berburu oleh-oleh bagi keluarganya karena besok pagi, mereka sudah harus kembali ke Amerika. Saya langsung mengiyakan ajakannya. Saya pikir, tak apalah menemaninya berbelanja sebentar karena untuk kembali ke daerah Bencoolen, tempat saya tinggal, cukup memakan biaya yang tidak sedikit.
Setelah berpamitan dengan Rizal dan Chandra, kamipun menuju basement karena mobil yang sedianya akan membawa kami ke tengah kota sudah menanti disana.

Pintu mobil dibuka dan betapa terkejutnya saya ketika mendapati Robert Trujillo sudah berada di jok belakang. “I promised my wife and kids to buy something good, man. And this is my last change”. Sebagai catatan, konser mereka di Singapura ini merupakan penutup dari rangkaian tur Asia mereka dan karena jadwal yang padat, mau-tidak mau, mereka harus menyempatkan diri untuk berburu oleh-oleh di Singapura. Sebagai suami dan ayah dari seorang putri dan seorang putra, saya tahu persis beban yang dirasakan oleh Robert Trujillo. Bahwa ‘sogokan’ berupa oleh-oleh sangat bernilai penting demi kelancaran hidup berumahtangga.

Di tengah perjalanan, Robert menelpon James Hetfield, untuk menanyakan keberadaannya. Tanpa disangka-sangka James dan Lars Ulrich yang nampaknya sudah lelah, memutuskan untuk bergabung dengan kami. Merekapun ternyata harus memenuhi ‘kewajiban’ yang sama demi membahagiakan orang-orang tercintanya. . Malam ini saya merasa sungguh beruntung. Tak henti-hentinya ucap puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan YME karena anugerahNya sehingga dalam waktu yang tidak lama lagi saya bisa berkumpul dengan ‘kawan-kawan lama’ saya dari Amerika.

“Yes.. Me too! Hey man, do you know any local restaurant that still open tonight? “  Tanya Trujillo tiba-tiba kepada saya sehingga memutuskan doa syukur yang saya panjatkan.
“Err.. I know one 24 hours restaurants near my apartment.. But it’s Indian-Malay restaurant..” Ucap saya terbata-bata.
“Is it good??” Ucap Robert menimpali seraya masih tersambung di telepon.
“Well.. For me, it’s ok lah..” Sejujurnya restoran yang bercitarasa khas India dan Malay yang saya maksudkan adalah sebuah restoran yang cukup murah yang memang cukup akrab bagi mahasiswa-mahasiswa yang berkulah di Nanyang maupun La Salle. Dan bagi lidah Indonesia saya, menu-menu yang disajikan di restoran tersebut cukup lezat.
“Ok then.. So we meet at Al.. Al.. What man?? “ Tanya Robet.
“Al Jilani in Bencoolen Street” tungkas saya dengan nada bicara yang mungkin meragukan baginya.

Singkat kata sampailah kami ber-3 di restoran Al Jilani di jalan Bencoolen. Restoran itu nampak tidak terlalu ramai seperti biasa. Mungkin karena menjelang waktu Tahun Baru Cina, pikir saya. Setibanya disana, atas petunjuk saya, Robert yang nampaknya sudah kelaparan langsung memesan nasi goreng seafood dan John memesan mutton curry. Adapun alas an saya menyarankannya untuk mencoba nasi goreng seafood karena rasanya cukup netral dan bersahabat. Saya teringat akan sebuah lagu Belanda  lama yang berkisah tentang keistimewaan nasi goreng. Menurut saya, citarasa lidah Belanda dan lidah Amerika tentulah mirip, sehingga saya berkesimpulan bahwa Robert akan bisa menikmati nasi goreng seharga $ 4.5 itu.

 
Robert Trujillo nampak kesulitan untuk menghabiskan nasi goreng seafood pesanannya

John, sang crew yang selama dalam perjalanan sukses menahan rasa lapar yang melanda, dengan sekejab sukses menghabiskan kari kambing pesanannya. Sementara Robert nampaknya agak kesulitan untuk ‘bertoleransi’ dengan nasi goreng seafood pilihan saya. Jujur saja, saya merasa tidak enak atas saran saya itu. Tapi saya terlalu gengsi untuk berkata, biarlah makanan itu saya saja yang habiskan.. :p

Restoran itu tidak terlalu ramai. Beberapa pengunjung tempat itu nampaknya tidak menyadari akan kehadiran salah satu personel band legendaris yang hanya berjarak beberapa meja dihadapan mereka. Ketika Robert Trujillo sedang berkutat untuk menelan sendok terakhir nasi gorengnya, tiba-tiba sebuah mobil sedan hitam berhenti begitu saja tepat disebelah saya yang sedang asik merokok.

“Hey man,. Are you finished yet?” Saya segera mengenali suara yang berat dan serak itu. Dan begitu saya menoleh, James Hetfield sudah turun dari pintu belakang dan disusul kemudian oleh Lars Ulrich langsung menghampiri Robert Trujillo yang masih menyelesaikan makanannya. Robert pun memperkenalkan saya kepada kedua rekannnya itu. Dan sambil mengunyah nasi goreng seafood, Robert menjelaskan tentang apa yang sudah saya perbuat dengan Metallica 3 tahun lalu. Saya ingin menunjukkan karya-karya saya kepada mereka, namun apa mau dikata, rupanya Tuhan berkendak lain. Batre handphone saya habis. Namun di luar dugaan, Lars yang memang menaruh minat yang cukup besar terhadap perkembangan seni, rupa rupa-rupanya bisa mengerti dan setelah saya memberi penjelasan singkat tentang apropriasi foto Metallica sebagai ‘icon zaman’ dan korelasinya dalam ranah seni kontemporer dia pun mengangguk senang.

“Hey Agan, took my picture with him..” Ujar Lars Ulrich ketika Robert berhasil menyelesaikan nasi goreng seafood pesanannya.

Kelakuan seorang James Hetfield di depan restoran Al-Jilani 


Restoran Al Jilani sebetulnya cukup dipenuhi oleh para pengunjung yang menghasbiskan malam di tempat itu. Tapi entah kenapa, mereka rasanya ‘cuek-bebek’ akan kehadiran Metallica dihadapan mereka. Saya tidak mengerti apakah berbagai peraturan ketat dari pemerintah yang sedemikian bisa merubah perangai seseorang terhadap band legendaris ini ?
Ataukah mungkin jangan-jangan para mahasiswa di negara ini malah justru tidak tau akan sepak terjang mereka dalam kancah permusikan dunia? Entahlah..


Kami bergabung dalam satu mobil. Patrick, sang supir mobil yang keturunan China ini cukup menyenangkan. Sambil memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi, ia pun kerap mengeluarkan joke-joke rasis yang mengundang tawa kami semua. Dia bercerita tentang pertengkaran yang terjadi karena salah paham akibat pelafalan bahasa Inggris yang kacau balau. Malam semakin larut dan Patrick mengarahkan kami ke China Town. Menurutnya China Town adalah tempat yang tepat untuk berbelanja oleh-oleh. Disamping itu, karena menjelang Tahun Baru China, maka hampir semua tempat disana buka sampai larut malam.

Sesampainya di China Town, kami langsung membaur dengan ribuan orang yang berdesak-desak memenuhi daerah itu. Karena cukup banyak turis bule yang berada disana, maka Lars, Robert dan James tidak sulit untuk menyamarkan identitas mereka sebagai seorang rockstar. Waktu terus berlalu dan mereka belum juga menemukan barang yang cocok untuk diberikan kepada anak istri mereka. Sebagai seorang ayah, saya pun mengalami kesulitan yang sama. Namun biasanya saya mudah saja untuk berbelanja di dutyfree di bandara namun nampaknya, sebagai seorang rockstar berbelanja di bandara merupakan kesulitan tersendiri bagi mereka. 

Robert nampaknya tidak begitu peduli dengan urusan oleh-oleh, ia justru lebih tertarik dengan makanan. Dia bahkan membeli beberapa potong ikan asin untuk dihadiahkan kepada sanak familinya di Amerika. 'I'm still hungry man..' Ujarnya pelan kepada saya seraya menatap nanar pada dendeng babi yang tergantung di etalase toko. 
Satu pengalaman unik yang terjadi adalah ketika Robert untuk pertama kalinya berkenalan dengan buah durian. Saya dan Patrick, supir kami berulangkali mencoba meyakinkan Robert untuk mencicipi durian itu. 
"C'mon man,.. You are a personel of Metallica, How come you affraid of this fruit?!?" Tanya Patrick seraya meledek Robert yang nampaknya ingin mencoba namun enggan. 
"Oh man.. I dont know if I can eat this.." Ujarnya sambil tersenyum getir melihat saya dan Patrick yang bisa lahap menyantap durian itu. 
 Akhirnya setelah cukup lama menimbang, Robert memakan juga buah durian itu.
"Oh my God!!.. This fruit taste like old socks!!" Tapi buah itu tetap dimakannya juga, mungkin karena dia menaruh respect kepada kami yang sangat menggemari durian.

Setelah puas makan durian, kami bergegas menghampiri Lars dan James yang masih berburu berbagai pernak-pernik untuk dihadiahkan kepada keluarganya di Amerika. James nampak heboh dengan berbagai motif daster dan berbagai kaos yang bertuliskan 'I love SG'. Sementara Lars Ulrich memborong berbagai pernak pernik Pokemon untuk dihadiahkan kepada sanak familinya. 

"You know what man, I'm a big fan of Pokemon Go" Katanya bersemangat. 

Siapa yang mengira bahwa dibalik gebukan drumnya yang gahar dan penampilannya yang sangar, ternyata Lars Ulrich adalah seorang penggila Pokemon Go. Dia bercerita bahwa dia sebetulnya sudah berjanji kepada kawan-kawannya untuk mengurangi kebiasaannya bermain Pokemon Go. Namun karena sudah dalam kondisi kecanduan akut dalam memainkan game itu, Lars menyempatkan diri secara sembunyi-sembunyi untuk bermain Pokemon Go beberapa saat menjelang konser. Menurutnya Indoor Stadium adalah lokasi yang baik untuk berburu pokemon. 

Robert Trujillo di depan kios penjual durian

James Hetfield terlihat sibuk memilih beberapa daster untuk istrinya

Lars Ulrich berpose di tengah-tengah China Town yang padat pengunjung

James juga membeli beberapa t-shirt 'I love SG' untuk dihadiahkan kepada sanak familinya

Lars memborong pernak-pernik Pokemon

Setelah semua berhasil mendapatkan oleh-oleh, kami bergegas meninggalkan lokasi padat wisatawan itu. Di tengah jalan sebelum kembali ke hotel, Robert berkata bahwa dia harus makan.. 

"I'm hungry man. Can we stop to eat somthing before back to the hotel?" Ujarnya lemah seraya mengelus-elus perutnya.
"Hell yeah! Me too! Let's try something local arround here" Timpal Lars Ulrich tanpa melepaskan pandangannya dari smartphone. 
Hmm.. Nampaknya Lars sedang berburu pokemon.. Pikir saya.

Sementara di bangku paling belakang,  James nampak sudah tertidur lelap. Wajar saja, di usianya yang tidak lagi bisa dibilang muda, 2 jam lebih bernyanyi tanpa henti, ditambah berbelanja di China Town yang penuh sesak, nampaknya membuat James Hetfield lelah. 
Sementara Patrick, sang supir tetap saja bersemangat dengan lelucon-leluconnya yang berbau rasis. Namun karena sudah letih dan lapar, maka kami menanggapinya dengan tertawa sekedarnya saja. 

"Aaa.. You must like this food haa.. This is the very famous Singaporead traditional food" Ujarnya dengan logat Mandarin yang cukup kental seraya membelokkan kendaraan ke arah sebuah restoran Bak Kut Teh. 

Kami turun memasuki restoran itu dan meninggalkan James yang tertidur pulas sambil diiringi lagu-lagu Mandarin yang mengalun lembut dari tape mobil. Sebetulnya restoran itu sudah tidak lagi menerima pengunjung. Namun setelah Patrick melakukan 'diplomasi kebudayaan', akhirnya kami bisa duduk dan memesan menu yang tersedia disana. Semua menu di restoran itu tampak lezat. Namun kami tidak mengerti apa yang tertera di menu karena kendala bahasa. Akhirnya kami memasrahkan pilihan menu di tangan Patrick yang dengan sigap langsung memesan menu-menu andalan restoran itu. 

Cakwe dan kacang yang datang sebagai hidangan pembuka denga ncepat langsung berpindah tempat ke perut Robert yang nampaknya memang sangat kelaparan. Padahal dia baru saja menghabiskan sepiring nasi goreng seafood di Al-Jilani. Sementara Lars tidak banyak berkata-kata. Ia hanya sibuk menatap smartphonenya sambil sesekali mengarahkannya ke kanan dan ke kiri. 

"Hey. Are you playing Pokemon Go again, Lars ?" Tanya Robert Trujillo sambil mengunyah cakwe. 
"No.. No.. I'm just try to find signal. It's hard to get some signal in here.. " Ujar Lars berdalih sambil tetap menatap layar smartphone.

Sementara saya hanya berdiri di pinggiran sambil merokok seraya memperhatikan tingkah polah kedua legenda rockstar itu. Sebenarnya saya sangat ingin untuk segera pulang. Selain kondisi fisik yang memang sudah lelah, saya pun ingin segera menge-cas hp saya untuk mengupload foto-foto bersama Metallica ini ke sosial media. "Ah.. Mungkinkah followers saya mempercayai foto-foto pasti ini?.. Ataukah mereka akan mengira bahwa ini adalah Hoax.. Pikir saya seraya mematikan rokok yang tinggal setengah. 
Setelah memasukkan puntung rokok ke kantong celana, saya pun bergegas untuk kembali ke meja karena bak kut teh sudah menanti. (Saya memang punya kebiasaan menyimpan puntung rokok di kantong celana untuk cadangan).

Robert Trujillo dan cakwe
Lars Ulrich berpose di depan rumah makan Ya Hua yang menjual bak kut teh

Setelah perut kenyang kami pun pulang. Sesampainya di hotel, James masih tertidur dengan lelap. Suara dengkurnya keras membahana dan menyerupai growl. Wajar saja, namanya juga musisi metal, pikir saya. Kami meninggalkan Patrick, sang supir, yang terlihat kesulitan membangunkannya. 
Sambil terus menatap layar hp, Lars bergegas masuk lift menuju kamarnya. Ia berkata bahwa ia sudah lelah dan harus segera tidur. Namun Robert berkata bahwa Lars adalah seorang yang mengidap insomnia akut. 

"I believe he want to continue to play Pokemon in his room.." Ujarnya setengah berbisik kepada saya. 

Robert dan saya berpisah di pintu lobi. Robert berkata bahwa dia akan mandi sejenak dan akan segera bergabung dengan teman-teman yang masih menanti di bar.

Di dalam bar, suasana nampak serius. Saya yang baru datang, segera mengambil posisi duduk di pojok sambil menyimak pembicaraan itu. Rizal Tanjung dan teman-teman yang lain nampak fokus menyimak pemaparan Kirk Hammett tentang pandangannya terhadap perpolitikan di Amerika, Indonesia dan dunia. Menurutnya Donald Trump bukanlah tipe pemimpin yang arif dan bijaksana serta sopan dalam tutur kata. Donald Trump bahkan terlibat dalam banyak skandal selama kariernya. Tak hanya itu,ia juga percaya bahwa suatu saat kelak, Donald Trump bisa saja memicu perang dunia ke tiga. 
Kirk Hammet bahkan sempat menyatakan, bahwa andaikata FPI dan Habib Rizieq tinggal di Amerika, tentu Donald Trump tidak akan sejumawa ini dalam menjalankan roda pemerintahannya. 

Di pojokan, sambil mengecas hp, saya hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala mendengarkan pendapat seorang gitaris dari band legendaris yang ternyata juga mempunyai bakat sebagai seorang pengamat politik. Luar biasa, hanya dalam beberapa kali kunjungan ke Jakarta dan Bali, Kirk Hammett bisa dengan cepat membaca peta perpolitikan tanah air dan menghubungkannya dengan kondisi di negaranya.

Tak lama kemudian, Robert Trujillo yang tampak segar karena baru selesai mandi kembali bergabung. Suasana yang tadinya serius berubah menjadi lebih ceria. Tidak seperti Kirk, Robert bukanlah seorang yang gemar akan perbincangan politik. Ia nampak bersemangat bercerita tentang pengalamannya mencoba buah durian dan oleh-oleh ikan asin yang dibeli untuk keluarganya. Rupanya Robert Trujillo memang gemar mengkonsumsi ikan asin. Rizal menambahkan, bahwa sebagaimana negara-negara lain di Asia, Indonesia juga terkenal akan ikan asinnya. 

Waktu sudah hampir pagi dan kami harus segera berpisah. Kami menyempatkan diri untuk berfoto bersama seraya mengucapkan salam perpisahan. 

Taxi yang saya tumpangi melaju kencang membelah jalanan Singapura yang sepi pada malam itu. Saya mencoba menghubungi istri saya untuk menceritakan momen-momen yang tak terlupakan dan yang mungkin hanya terjadi sekali dalam hidup saya ini. Tapi nampaknya dia sudah tidur. 
Lampu-lampu jalan yang berkelindan cepat di balik jendela mobil yang berembun dan alunan musik mandarin dari speaker tua taxi itu mengantar saya pulang ke rumah dengan sejuta kenangan yang tak terlupakan. 

Robert Trujillo, Chandra, Rizal Tanjung dan Kirk Hammett

Saya bersama kawan-kawan baru dari Metal





Singapura, 22 Januari 2017

Senin, 30 Januari 2017

SINGFEST #8 : KETIKA POLITIKUS BERNYANYI




Pada jamannya, musik pernah menjadi suatu hal yang bersifat ekslusif atau bahkan 'sakral' bagi sebagian orang. Paling tidak, seseorang harus memiliki modal yang cukup untuk bisa menikmati musik-musik favorit dari toko-toko kaset terdekat. Sementara untuk belajar kunci gitar, sebagian remaja tanggung pada masa itu (termasuk saya), selalu berlangganan majalah-majalah yang memuat lirik dan kunci gitar dari berbagai lagu yang sedang 'hits' pada masa itu. 

Saya teringat akan sebuah anekdot lama yang mengatakan bahwa, seorang pria akan dapat dengan mudah mendapatkan pasangan jika ia mampu bernyanyi dan bermain alat musik. Anekdot itu jugalah yang mendorong saya yang waktu itu masih duduk di bangku SMA untuk belajar bermain gitar. Namun setelah mati-matian menghafal kunci dan berbagai lirik lagu, saya tak kunjung jua mendapatkan kekasih pujaan hati. 

Hari ini musik bukan lagi merupakan sesuatu yang ekslusif atau sakral. Berbagai terobosan baru di dunia digital membuat musik menjadi sangat mudah untuk diakses, didistribusikan dan dinikmati oleh berbagai kalangan secara cuma-cuma. 

Namun sejatinya, musik tak akan pernah lekang dimakan waktu. Musik justru akan selalu berkembang seiring perkembangan jaman. Anekdot lama tentang mendapatkan pacar dengan bermain musik pun tak sepenuhnya usang dan tak layak pakai lagi. Kini, orang tidak perlu bersusah payah menghafalkan kunci gitar dan memainkan lagu-lagu tertentu demi mendapatkan pujaan hati. Mereka tinggal mencantumkan link dari musik favorit mereka di lini masa berbagai jejaring media sosial agar sang pujaan mengetahui isi hatinya. Tak hanya itu, orang bisa mencapai berbagai tujuan lain di lingkar sosialnya hanya dengan sekedar memposting lirik atau tautan dari sebuah lagu di lini masa jejaring sosialnya masing-masing.

Masa kampanye pilkada seperti ini adalah saat yang tepat untuk bicara soal musik dan dampaknya bagi pembentukan citra di mata publik. Janji-janji manis dengan tutur kata yang santun dan terukur serta dibalut dengan tampilan yang memikat, rasanya belumlah lengkap bila sang punggawa belum menyumbang 'suara emasnya’ dalam menyanyikan satu-dua lagu. 

Walaupun ada beberapa pejabat yang diam-diam memendam hasrat untuk menjadi penyanyi, namun pada umumnya, lagu-lagu yang dinyanyikan oleh para pejabat tersebut bertujuan untuk menarik simpati massa. Bahkan terkadang, nyanyian para politisi itu justru dipakai untuk menjatuhkan lawan politik. Dan tidak jarang pula ada politisi yang justru malah 'tersandung' oleh lagu yang mereka nyanyikan sendiri. 

Berikut adalah daftar singkat yang memuat aksi 'brilian' para 'penyanyi-penyanyi dadakan' tersebut dalam usahanya menuai simpatik maupun cemooh publik. 

Selamat menikmati:



8. Amien Rais : Menyanyikan Lagu 'Aja Lamis'






Amien Rais bukanlah sosok politikus yang gemar mengidentikkan dirinya dengan musik. Hampir tidak pernah kita menyaksikan Amien Rais bernyanyi di muka umum. Walaupun beliau masih Nampak kaku untuk bernyanyi di hadapan kamera, namun entah kenapa kita bisa dengan mudah menemukan beberapa video klipnya yang tersebar di Youtube.

Di video klip ini Amien Raies menyanyikan lagu berbahasa Jawa yang berjudul 'Aja Lamis 'yang juga berarti 'Jangan Bohong'. 
Sebagai seorang politikus jargon ini sudah tentu menjadi 'hal wajib' untuk menarik simpati massa. Bahwa mereka tidak akan pernah berbohong dan mengecewakan hati masyarakat blablabla. Namun apa yang terjadi malah sebaliknya. Amien Raies belakangan justru dikenal sebagai politisi yang lekat dengan janji palsunya .

Besar kemungkinan bahwa lagu dan video klip ini diproduksi untuk menarik simpati/dukungan masyarakat di kantong-kantong basis politiknya yang memang notabene berada di daerah Jawa Tengah. Walau tidak menutup kemungkinan juga kalau Amien Rais diam-diam memang memendam ambisi yang cukup besar untuk menjadi seorang penyanyi. 




7. Susilo Bambang Yudhoyono : 'Merajut Damai'





Sebagaimana yang telah kita ketahui, SBY adalah pejabat yang cukup sering mengidentikkan dirinya dengan musik. Beliau kerap terlihat tampil bernyanyi dengan percaya diri di berbagai kesempatan. 

Sebagai salah satu calon presiden pada tahun 2004, SBY identik dengan lagu Pelangi Di Matamu yang dipopulerkan oleh grup rock asal Ciamis Jawa Barat.

sebuah pertemuan APEC di Bali tahun 2013, SBY bahkan sempat menunjukkan kebolehannya bermain gitar dan bernyanyi  lagu selamat ulang tahun untuk presiden Rusia, Vladimir Putin. 

Selama 2 periode kepemimpinannya sebagai Presiden Republik Indonesia, SBY bahkan sukses menelurkan 2 buah album berisi lagu-lagu karangannya. Namun sayangnya, sampai hari ini tidak ada satupun lagu-lagu SBY yang dikenal publik.




6. Habib Rizieq : Melantunkan Lagu Belanggam Jawa dan Sunda



Siapa yang tidak kenal Habib Rizieq Shihab? Ketua, merangkap Panglima besar, sekaligus juga Imam besar FPI ini kerap mendapat sorotan dari berbagai pihak. Setelah sukses dalam Aksi Bela Islam 414 dan 212 yang berhasil menggalang ratusan ribu bahkan jutaan umat Islam untuk berkumpul di Monas, pernyataan-pernyataan Habib Rizieq ini kerap menimbulkan pro dan kontra dari berbagai pihak. 

Namun siapa yang menyangka, bahwa dibalik berbagai tingkah lakunya yang kontroversial, Habib Rizieq adalah juga pencipta lagu. Tercatat ada belasan lagu yang berhasil dicipta dan digubahnya.  

Sebagai ‘pemain lama’ dalam ranah politik dan agama, Habib Rizieq juga dikenal lihai dalam bermain watak dan pintar dalam menarik simpati publik. Minimal dari massanya sendiri. Video di atas ditengarai dibuat setelah dirinya menuai berbagai tudingan dari berbagai lapisan masyarakat terkait dengan reaksinya  terhadap pembacaan Al Quran dengan menggunakan langgam Jawa dalam acara Isra’Mi’Raj di Istana Negara. Video ini sekaligus juga seakan merupakan jawaban Habib Rizieq terhadap protes publik Jawa Barat terhadap dirinya terkait ucapan Sampurasun yang dipelesetkannya menjadi Campur Racun. 

Walau nampak sedikit canggung dalam melantunkan lagu-lagu berlanggam Jawa dan Sunda, namun bagi saya, video ini menjadi jawaban yang sukses untuk mengembalikan kepercayaan dari para pendukungnya khususnya yang berasal dari tanah Jawa dan bumi Priangan.


5. Agus Hartamurti Yudhoyono (AHY): Menyanyikan lagu 'Dia' 




Bicara soal AHY dan musik, tentu saja kita tidak dapat lepas dari SBY yang juga merupakan ayahanda dari Agus. Perlu digaris bawahi, bahwa dalam 2 periode jabatannya sebagai presiden Republik Indonesia, SBY sanggup dengan sukses menghasilkan 2 album. Sebuah prestasi yang luar biasa dalam membagi waktu antara urusan kenegaraan dan bermusik.

Dalam video ucapan selamat ulang tahun yang dirilis dalam masa kampanye ini, AHY terlihat ingin menampilkan keharmonisan rumah tangganya. Video tersebut mungkin saja menuai sukses besar dalam kehidupan rumah tangganya secara pribadi. Tapi video 'pamer kemesraan' itu justru berbanding terbalik terhadap para suami-suami lain yang langsung serta-merta dianggap gagal dalam memupuk keharmonisan rumah tangga.

Setelah menonton video tersebut, istri saya langsung protes, tentang ketidak pekaan saya dalam berbagai event yang menyangkut kemesraan rumah tangga. Namun hal tersebut tentulah tidak dapat saya paparkan disini. Dan entah berapa banyak lagi suami-suami di seantero tanah air ini yang senasib dan sepenanggungan dengan saya, yang terpaksa harus mengelus dada akibat dampak video tersebut terhadap kehidupan rumah tangga mereka. 


4. Roy Suryo : Menyanyikan Indonesia Raya





Berawal dengan dikenal sebagai pakar telematika, Roy Suryo kerap menuai berbagai cemooh terkait dengan berbagai ucapan dan tingkah polahnya yang dianggap konyol dan menjengkelkan bagi sebagian orang. 

Masih segar diingatan ketika pada tahun 2007 lalu, ketika Roy Suryo mengaku sebagai orang pertama yang berhasil menemukan versi asli lagu Indonesia Raya yang terdiri dari 3 stanza di sebuah perpustakaan di kota Leiden, Belanda. Walaupun setelah dikonfirmasi oleh beberapa pihak, lagu Indonesia Raya 3 stanza itu sudah ada di youtube sejak tahun 2006. 

Entah ada masalah apa Roy Suryo dengan lagu Indonesia Raya, sebab 7 tahun kemudian, tepatnya tahun 2013, Roy Suryo lagi-lagi ‘tersandung’ oleh lagu kebangsaan ini. Lagu Indonesia Raya adalah lagu yang hukumnya wajib bagi seluruh warga negara republik ini. Anak-anak sejak sedini mungkin sudah diwajibkan untuk mampu menghafal dan menyanyikan lagu ini dengan baik dan dengan sikap sempurna. Namun Roy Suryo, yang kala itu menjabat sebagai Menteri Pemuda Dan Olahraga ternyata tidak mampu menyanyikan lagu Indonesia Raya dengan benar. 

Tiba-tiba saja saya teringat sebuah kalimat dari pelawak Abdel yang mengatakan : “Orang pintar sangat mudah untuk berpura-pura bodoh. Namun orang bodoh akan kesulitan untuk berpura-pura pintar”. 



3. Basofi Sudirman : Tidak Semua Laki-Laki 




Kiprahnya sebagai gubernur DKI Jakarta mungkin tidak banyak dikenang, tapi lagu ’Tidak Semua Laki-Laki’ merupakan salah satu lagu dangdut legendaris yang pernah sangat populer pada tahun 90an awal. Penyanyinya adalah Basofi Sudirman, yang pada waktu itu menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.

Siapa yang mengira, dibalik tampangnya yang ‘cukup memelas’ dalam video klip ‘Tidak Semua Laki-Laki’ tersebut, Basofi Sudirman merupakan salah satu jenderal TNI Angkatan Darat yang memiliki segudang prestasi cemerlang sehingga ia didapuk untuk duduk menjabat sebagai orang nomor satu di ibu kota negara ini.

Setelah menunaikan masa jabatannya sebagai Gubernur DKI, dengan suara emasnya Basofi Sudirman mendulang sukses melalui album-album dangdutnya. Namanya kini patut disandingkan dengan para legenda dangdut tanah air seperti Meggy. Z, Hamdan ATT maupun Imam S. Arifin.



2. Habib Rizieq: Menggubah lagu 'Naik-Naik Ke Puncak Gunung'





Bukannya tanpa sengaja saya mencantumkan nama Habib Rizieq dua kali dalam ‘chart’ singkat ini. Namun atas sumbangsihnya dalam musik politik tanah air, saya sengaja mencantumkan kembali nama Habib Riziek. Lagu terbarunya yang merupakan reka ulang dari lagu anak-anak yang berjudul ‘Naik-Naik Ke Puncak Gunung’, bukan tidak mungkin suatu saat kelak, akan bisa menggantikan lagu 'Darah Juang' sebagai anthem bagi para demonstran dalam memprotes berbagai kebijakan pemerintah.

Dengan tetap mempertahankan nada dan mengganti lirik lagu anak-anak tersebut, Habib Rizieq secara brilian, telah sukses memprotes pemerintahan Jokowi yang dianggapnya telah menyebabkan Indonesia dalam jurang keterpurukan dengan menggunakan irama yang catchy dan (tentu saja) mudah diingat. 

Sebagai seorang tokoh politik yang juga seorang pencipta dan penggubah lagu, bagi saya, Habib Rizieq jelas menempati posisi jauh di atas politisi-politisi lain yang gemar mengidentikkan dirinya dalam bermusik. Bayangkan saja, Mars dan hymne FPI ciptaannya kini sudah membahana di seluruh posko-posko FPI di seantero negri. Tak hanya itu, lagu-lagu gubahan Habib Rizieq seperti 'Gantung Si Ahok' dan 'Ayo Revolusi' yang merupakan aransemen ulang dari lagu anak-anak 'Menanam Jagung', sukses membuat bulu kuduk saya merinding empat kali lipat ketimbang mendengarkan lagu-lagu dari Gorgoroth, Dimmu Borgir dan Venom.



1. Wiranto: Bagi Tuhan Tiada Yang Mustahil 



Dalam kariernya sebagai seorang jenderal, Wiranto kerap dikaitkan dengan pelanggaran HAM di berbagai daerah di Tanah Air khususnya pada peristiwa 98 dan Timor Timur.

Namun bagaimanapun juga, saya mengacungkan 2 jempol untuk Wiranto yang bisa dengan sukses membawakan lagu gospel ini dalam sebuah perayaan Natal MNC Group. Citranya yang kerap dikatakan orang sebagai seorang jenderal berdarah dingin, seakan sirna oleh suara emasnya. 

Ketika saya sedang menyaksikan Wiranto menyanyikan lagu ini, tiba-tiba saya teringat akan sebuah acara reality show yang ditayangkan di RCTI yang bertajuk 'Mewujudkan Mimpi Indonesia'. Dalam acara yang sarat muatan politik itu, Wiranto menampilkan aksi yang cukup berani ( kalau tidak bisa dibilang konyol) dengan menyamar menjadi 'wong cilik' guna  mendengarkan aspirasi rakyat. 

Harus diakui, bahwa Wiranto memang cukup lihai dalam bermain watak. Dan kalaupun dia sedang kembali bersandiwara ketika menyanyikan lagu ini demi tujuan politik tertentu, saya harus memberikan apresiasi tinggi karena penampilannya di lagu tersebut, sungguh amatlah bagus.