Sebetulnya, dimana lokasi yang tepat untuk menyimpan obat anti serangga di rumah? Apakah di dekat tempat mainan anak-anak? Atau jangan-jangan di kulkas di sebelah kotak susu? Atau mungkin di samping tempat tidur anak anda?
Beberapa hari yang lalu, saya membeli dua buah tumbler unik yang bertuliskan brand Baygon dan Anggur Merah dari seorang kawan. Kedua tumbler tersebut saya berikan kepada kedua anak saya untuk dibawa ke sekolah. Kebetulan, botol minum mereka sudah lama. Sedotannya sudah penuh dengan bekas gigitan dan gambar-gambarnya sudah mengelupas. Kehadiran tumbler-tumbler tersebut justru membawa keceriaan tersendiri di sekolah. Terutama dari para guru dan orang tua murid lain ketika saya menjemput mereka di sekolah. Bahkan ada orang tua murid yang ingin membelinya. Walaupun demikian, sebagai sekolah yang baik, pihak sekolah tak lupa menuliskan catatan kecil di buku penghubung yang menyarankan agar tumbler bergambar Baygon itu sebaiknya diganti. Dan sebagai orang tua, tentu saja saya menuruti anjuran dari pihak sekolah.
Kehebohan terjadi setelah saya mengunggah foto anak saya yang sedang meminum air putih dari tumblernya yang bertuliskan Baygon. Tidak lupa, sayapun turut mengunggah catatan dari sekolah. Adapun alasan saya menyertakan catatan sekolah itu adalah, selain humor, unggahan catatan sekolah itu penting untuk 'pengamanan' dari 'penghakiman' para netizen yang mulia. Tentu saja, kalau dicermati dengan baik dan seksama, urusan tumbler, anak-anak dan sekolah itu tentu sudah tuntas. Namun rupanya masih banyak warga net yang kurang mencermati unggahan saya. Sehingga dalam semalam, ratusan atau mungkin ribuan netizen tiba-tiba langsung menjelma bak KPAI. Tidak sedikit yang melontarkan makian dan kata-kata pedas lainnya terhadap unggahan saya. Beberapa bahkan menyumpahi agar anak saya benar-benar meminum cairan pestisida tersebut. Sebagai orang yang sering 'berinteraksi' di media sosial, tentu saja saya sudah biasa dan tidak ambil pusing dengan makian dan sumpah serapah tersebut.
Yang menjadi perhatian saya adalah, ketika para orang tua itu mengemukakan kembali alasan-alasan mereka yang sebetulnya sudah ditulis oleh pihak sekolah. Sehingga menurut saya jadi lebay dan tidak masuk akal. Bagaimana kalau seandainya ada anak-anak lain yang mencontoh perbuatan anak saya. Bagaimana, seandainya, kalau nanti, takutnya. Dan puluhan kekhawatiran-kekhawatiran lain yang menurut saya omong kosong. Semakin siang, narasi semakin melebar ke arah yang lebih tidak masuk akal lagi. Alasan soal penjerumusan yang membahayakan, pembodohan publik, ditambah lagi soal bagaimana kalau ada anak kecil yang melihat postingan saya. Hahaha.
Berbagai 'respon bijak' dari netizen yang bermoral ini membuat saya jadi bertanya-tanya. Sebetulnya bagaimana sih para warga net ini mendidik anak-anaknya? Apakah mereka benar-benar terlibat langsung dalam tumbuh kembang anak-anaknya? Sejauh apa sih mereka terlibat dan berinteraksi dalam lingkungan sosial anak-anaknya? Dan seberapa berbahayanya sih postingan ini terhadap kehidupan berumah tangga para netizen?
Atau jangan-jangan komentator-komentator yang budiman ini hanya mampu marah-marah terhadap postingan saya, sementara di sisi lain mereka mencekoki anak mereka dengan gadget terkini dan segala aplikasinya agar sang anak tidak rewel? Wallahualam..
Agan Harahap